Sabtu, 23 Maret 2013

Beureueh, Batu Cadas dari Beureunuen


Daud Beureueh, (tengah) bertongkat

"Buntut?"- Daud Beureueh mengernyitkan dahi. Adegan ini terjadi pada awal 1980-an di Beureuneun- sebuah kota kecil 15 kilometer dari Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie. Ketika itu sang Abu-sebutan sehari-hari Daud Beureueh-baru pulang dari tahanan rumah di Jakarta.

Tengah berjalan-jalan di pasar dia melihat sekerumunan orang sibuk mencoret-coret kertas di sebuah kedai kopi. "Sedang apa mereka itu? Kok, sibuk sekali?" tanya Beureueh kepada Yasin, Camat Beureunuen yang mendampinginya. "Mereka menerka kode buntut, Abu," jawab Yasin. Abu bergumam. "Hmm, judi rupanya."

Tanpa disangka, Beureueh masuk ke kedai kopi itu. Tiba-tiba dia memukulkan tongkatnya keras-keras ke atas meja. Kertas kode buntut bertebaran. Lalu dengan suara menggelegar, dia menghardik dalam bahasa Aceh kasar: "Peu nyang neu peubut nyan. Buet bui? Apa yang sedang kalian kerjakan ini. Kerjaan babi? Mereka yang hadir di kedai kopi itu langsung ambil langkah seribu. 

Tak ada yang berani ambil risiko berurusan dengan tokoh pemberontak nomor wahid di Pulau Sumatera itu.Tapi, dasar sudah keranjingan judi, mereka berkumpul lagi setelah Abu pergi. Celakanya, ucapan Abu Beureueh langsung mereka jadikan ilham. Para petaruh lantas menafsirkan kata "babi" sebagai wangsit untuk nomor yang akan keluar. Semuanya sepakat memasang nomor yang merujuk pada gambar babi.

"Ajaib!" Besoknya nomor yang keluar sebagai pemenang adalah gambar babi. Konon, bandar judi buntut di kota itu sampai bangkrut membayar para pemenang taruhan. Sejak itu, ada kebiasaan baru bagi para pecandu judi di Beureunen pada masa itu. Mereka kerap memperhatikan ucapan Abu. Mereka yakin, bahkan dalam umpatan sekalipun Abu membawa "berkah".

Selalu saja, ketika Abu Beureueh melintas di pasar, banyak pecandu judi buntut diam-diam memperhatikan gerak-geriknya. Mungkin mereka berharap ada "wangsit" baru yang turun lagi pada hari itu. Cerita itu dikenal luas di Pidie. Agak lebih menonjolkan aspek kelucuannya memang. Tapi dari situ mungkin dapat kita baca bahwa pada era 1980, keperkasaan Daud Beureueh, ulama pemberontak-kepada Sukarno pun tak tunduk-sudah lewat.

William Liddle, dosen Universitas Ohio yang tinggal di Aceh pada 1985-1987, melihat zaman kepahlawanan Teungku Abu Daud Beureueh di masa itu telah berlalu hampir tanpa bekas. "Ketika saya tinggal di Aceh, kesan saya adalah bahwa beliau tidak banyak berpengaruh lagi," katanya.

Saat Daud Beureueh meninggal, Liddle hadir pada pemakamannya. Dan dia menyaksikan betapa sederhana upacara itu. Selain keluarga, tak banyak orang yang hadir. Liddle melihat hanya ada seorang tokoh-Sanusi Junid, Menteri Pertanian Malaysia, anggota teras United Malay National Organization (UMNO). Tokoh tersebut ternyata menantu Daud Beureueh. Liddle menduga, memudarnya karisma Daud Beureueh karena Orde Baru berhasil "mendekamkan" dia sebagai tahanan rumah. Abu dijaga terus agar ia tidak beraktivitas.

Menjelang wafatnya, Abu bak orang yang ditinggalkan. Dia hidup sendiri, sakit parah, tapi tetap tegar. Pada 1986, kesehatannya sudah amat merosot. Tinggal sendiri di sebuah rumah amat sederhana di Beureunen, Taufik Ismail pernah menjenguknya. "Saya seperti dipertemukan oleh Tuhan dengan seorang pemimpin besar yang tengah dikucilkan. Dihina. Jasa-jasanya yang besar seolah dihapus," tuturnya. Sore itu, selepas magrib, Taufik ingat, ia naik jip bersama para penyair: Soetardji Calzoum Bachri, Hamsad Rangkuti, Abdul Hadi W.M. Kondisi Daud Beureueh sudah uzur.

Toh, untuk menghormati tamu, beliau bangkit dari pembaringan dan bersandar di tepi ranjang sehingga bisa memandangi mereka. Taufik dan Abdul Hadi lantas meminta Abu mendoakan bangsa ini agar terhindar dari kehancuran. Daud Beureueh lalu berdoa dalam bahasa Arab. Doanya sedemikian khusyuk.

"Saya langsung menangis, terharu. Soetardji spontan bercucuran air mata, mengacungkan kepalan tangan dan berteriak, 'Allahu Akbar! Allahu Akbar!'," cerita Taufik. Peneliti Fachri Ali juga pernah menengok Daud Beureueh di era-era itu. Kondisi Abu, menurut dia, merana. Tulangnya rapuh. "Teungku Daud bertanya kepada saya, 'Droe aneuk so? Kamu anak siapa?'," tutur Fachri. Lantas Fachri menyebut nama ayahnya, M. Alishah, yang pernah turut Abu dalam perang kemerdekaan.

Seketika itu Abu, cerita Fachri, berusaha bangkit. Dilahirkan sebagai Muhammad Daud, pada sekitar tahun 1898 di Kampung Beureueh, seperti kebanyakan ulama Aceh lainnya, Muhammad Daud menambahkan nama kampungnya ke namanya. Pendidikannya pesantren tradisional di Titeue dan Pesantren Lie Leumbeue. Kakak dan pamannya yang bersekolah di perguruan tinggi Mesir kerap mengirimkan buku. Abu Beureueh selalu lahap membaca buku berbahasa Arab. Gagah dalam penampilan, tokoh ini selalu berpakaian necis-di hutan sekalipun.

Dia disebut-sebut sebagai ulama modernis karena memelopori pemikiran di Aceh bahwa ulama haruslah terlibat dalam persoalan konkret keduniaan. Ia kemudian merombak sistem pesantren di Aceh. Dia pernah berkeliling di Aceh, berdakwah selama 25 hari untuk mengemukakan pikiran-pikirannya. Saat kawin dengan Halimah di Kampung Usi Meunasah Dayah, ia mengajak warga Usi-yang kala itu menganut tasawuf mistik ala ajaran-ajaran Al-Hallaj-agar hidup lebih konkret bergelut dengan persoalan umat.

Pada tahun 1930 ia mendirikan Madrasah Sa'adah Abadiah di Blang Paseh, Sigli. Boleh dibilang, ini madrasah pertama dengan sistem pendidikan modern di Aceh. Sembilan tahun kemudian, Abu mendirikan organisasi yang punya pengaruh ke seluruh lapisan masyarakat Aceh, yaitu Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).

Watak organisasi ini seperti Muhammadiyah. Berusaha kembali memurnikan ajaran sesuai dengan Al-Quran-Hadis. Namun pendiriannya jauh lebih dahulu daripada Muhammadiyah. Adalah PUSA yang mengembleng rakyat Aceh saat Clash I dan Clash II untuk melawan Hindia Belanda. Pada titik inilah Abu mulai menampilkan diri sebagai orang kuat Aceh.

Daud Beureueh dan ulama lain dari generasinya adalah ulama pertama dari dayah-dayah seusai Perang Aceh. Maka kuat benar perasaan anti-Belanda mereka.

Salah seorang yang paling berpengaruh terhadap pemikiran Daud Beureueh, menurut menantunya sekaligus bekas Sekretaris PUSA, M. Nur El Ibrahimy, adalah seseorang yang bernama Teungku Abdul Hamid, lebih dikenal sebagai Ayah Hamid. Tokoh ini tak begitu dikenal dalam blantika politik kita. Tapi ia seperti adik dan abang dengan Daud Beureueh. 

Mengutip Nazaruddin Syamsudin, penulis buku Pemberontakan Kaum Republik, Kasus Darul Islam Aceh, "Dia ini yang membisiki Daud Beureueh untuk melakukan reformasi pendidikan dari pesantren ke sistem kelas (madrasah)".

Ayah Hamid ini adalah bapak Farkhan Hamid, anggota DPR dari Partai Amanat Nasional. Farkhan mengakui ada hubungan yang erat antara ayahnya dan Abu. Tatkala ayahnya meninggal pada 1968, Daud Beureueh beserta kerabat dekatnya datang ke rumah almarhum membawa makanan, nasi kari kambing, dan segala macam.

"Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya, orang yang memberi makan adalah orang yang tertimpa musibah," kata Farkhan Hamid. Menurut Farkhan, ayahnya adalah anggota SI, Sarekat Islam. "Dia memang agak sosialis, antifeodalisme," tutur El Ibrahimy. Tahun 1926 , SI pecah menjadi SI merah dan hijau. SI merah dipimpin Tan Malaka.

Nah, pada 1928 terjadi pemberontakan di Padang oleh Tan Malaka. Imbasnya, semua orang SI dikejar, tidak peduli dia SI merah atau hijau. Termasuk Ayah Hamid, yang kemudian lari ke Malaysia. Tutur Farkhan, "Ayah saya (saat itu berusia sekitar 25 tahun) menyamar sebagai seorang perempuan. Subuh hari pergi ke laut, dia berlayar sampai Sabang," kata Farkhan.

Dari Sabang dia terus ke Malaysia dan Arab. "Di sana ayah saya terpengaruh gerakan Wahabiyah. Gerakan modernisasi dan pemurnian Islam," tutur Farkhan. Dari Arab, Hamid menulis pemikiran-pemikirannya mengenai perlunya pembaruan pendidikan di Aceh.

Dia menulis dengan bahasa Arab, diselipkan ke sela-sela surat kabar dari Arab. Lalu dia titipkan kepada jemaah haji asal Aceh yang hendak pulang. "Ini tolong sampaikan kepada Teungku Daud Beureueh." Salah satu yang menjadi "kurir" itu adalah Teungku Abdullah Ujung Rimba, seorang tokoh dari Pidie. Surat-menyurat ini lolos dari sensor Belanda, dan sampai ke tangan Daud Beureueh. Komunikasi tersebut berjalan dua kali musim haji.

Bagi Daud Beureueh, hal ini menimbulkan inspirasi mendirikan Sekolah Adabiyah, setingkat SD, di Sigli, sekolah modern pertama di Aceh. Dari sini lahirlah pemimpin-pemimpin Aceh. Atas perjuangan PUSA melawan Belanda oleh Mohammad Hatta, Daud Beureueh diangkat menjadi gubernur militer untuk Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Kemudian terjadilah peristiwa dramatis itu.

Sebagai bentuk ketidakpuasan karena dibubarkannya Provinsi Aceh dan dimasukkan ke dalam Provinsi Sumatera Utara oleh pemerintah pusat, Aceh, yang telah menyumbang habis-habisan bagi Republik Indonesia-termasuk pesawat Dakota Seulawah (Gunung Emas)-bergolak. Pada 21 September 1953 dengan berani Abu Daud memproklamasikan Aceh sebagai negara Islam. Menghindari konflik militer terbuka dengan Republik, Abu bersama resimen-resimen militer dan menteri-menterinya naik ke hutan di sekitar Pidie. 

Dia bertahan di sana sampai tahun 1962. Hidup di hutan tak sedikit pun melemahkan prinsipnya. Soal kehidupan Abu di hutan, ada lelucon yang didengar Farkhan dari Hasan Saleh, yang saat itu berada di hutan bersama Abu. Sehari-hari Daud Beureueh selalu ingin kelihatan gagah, berwibawa. Pada pukul enam pagi, Abu sudah rapi, pakai baju, dasi, jas, lalu mondar-mandir dengan tongkatnya seolah sedang menginspeksi keadaan rakyat. Ada dia berjalan dengan pakaian necis itu sampai dua kilometer tiap pagi. Para menteri ketawa-ketawa menyaksikan ini.

"Siapa rakyat kita? Monyet? Ha-ha-ha...," mereka tertawa. Tapi mereka tak berani mengatakan hal itu lantaran Daud Beureueh dikenal amat emosional. Karena Ayah Hamid adalah satu-satunya orang yang bisa mengendalikan emosi Daud Beureueh, mereka meminta bantuannya. Suatu malam, Ayah Hamid menemui Daud Beureueh di kamp induk. Yang lain mengintip. Ayah Hamid langsung "menerjang": "Ini Teungku apa-apaan? Kenapa kalau pagi sudah mandi, memakai baju rapi keliling-keliling. Apa rakyatnya monyet?" Daud Beureueh tertawa juga. "Kupukul kamu! Ha-ha-ha...," kata Daud sambil mengangkat tongkat. Esoknya Daud tak lagi mondar-mandir."

Kekerasan Abu yang luar biasa akhirnya diluluhkan oleh Panglima Jasin. Melalui serangkaian surat-menyurat sejak 1961, pada Rabu, 9 Mei 1962, sang Gubernur Militer turun kembali ke pangkuan Republik. Ia memancarkan perbawa yang luar biasa. Pada 14 Mei, dia bersembahyang Idul Adha bersama rakyat Aceh yang merindukannya.

Turunnya Daud Beureueh yang karismatik membuat ia segera menjadi tempat masyarakat mengadukan segala persoalan. Salah satunya adalah soal pengairan di Pidie. Pada 1963, atas inisiatifnya, dia memimpin kerja bakti membuat irigasi yang panjangnya lebih dari 17 kilometer. James Siegel, antropolog Amerika yang berada di Aceh saat itu, melaporkan betapa masyarakat saling bantu.

Tiap hari 300 orang datang, bahkan pernah sampai 2.000 orang. Mereka bekerja dari pukul delapan pagi sampai pukul empat sore. "Saya bertanya, kenapa mereka datang ke Abu. Jawab mereka, Bupati Pidie tidak berbuat apa-apa, dan Daud Beureueh mereka anggap mampu menyelesaikan persoalan," tulis Siegel dalam bukunya, The Rope of God.

Seperti disaksikan Siegel, Abu ikut terlibat langsung. Dia mencangkul, berpeluh. Selepas kerja Abu Daud tidak pulang ke rumah. Ia tidur di gubuk para petani. Selain membuat saluran irigasi, Abu juga bekerja bakti membuat jalan dari Lampoeh Saka (Kecamatan Peukanbaro) ke Langkawi (Kecamatan Lembang Tanjoeng) sepanjang 12 kilometer.

Siegel juga menyaksikan betapa Daud Beureueh adalah seorang macan podium. Pidato-pidatonya sugestif dan menggelegak. "...Boleh jadi Saudara pikir bahwa pekerjaan ini bukan ibadah, boleh jadi Saudara pikir, cukuplah bagi seorang muslim sembahyang dan membaca Quran saja. Boleh jadi Saudara pikir hubungan-hubungan antar-rakyat bukanlah agama...." Menurut Siegel, pidato-pidato itu memompa semangat masyarakat untuk terus bekerja bakti. Kedekatannya yang erat dengan masyarakat membuat sosoknya tetap "mengkhawatirkan" Jakarta, walau dia sudah kembali ke Republik.

Pada 1971, menjelang pemilu, misalnya, Liddle bertemu Daud Beureueh di kantor CSIS di Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Saat dia masuk, saya merasakan ketegangan merayapi ruangan beberapa saat," Liddle mengaku. Lain lagi Nazzarudin Syamsudin, yang pertama kali bertemu Daud Beureueh pada 7 Juli 1973. Waktu itu ia hendak mewawancarai ulama besar itu untuk kepentingan tesisnya di Australia.

Diantar sekretaris Beureueh, Mansur Ismail, dia dipersilakan menunggu di ruang tamu. "Wah, inilah yang mengirim surat dari Australia," ucap Daud Beureueh. Di sela-sela wawancara itu lewatlah seorang petani naik sepeda. Langsung mampir, mencium tangan Daud Beureueh. "Saya dikenalkan kepada petani itu," tutur Nazzarudin.

Lalu si petani menghadiahi Abu enam biji ketimun hasil petikan kebunnya. Spontan Beureueh memanggil Mansur, "Ini ada buah ketimun. Buat kalian." Mentimun itu langsung dibagi-bagikan. "Bayangkan, dipetik dari kebun! Langsung diberikan kepada Teungku, dan Teungku langsung membagikan untuk orang lain," kata Nazzarudin.

Potret kecil ini menandakan betapa semua lapisan masyarakat Aceh menghormati dan mencintai Abu. TEMPO berhasil menemui Mansur Ismail di Maureudu, Kecamatan Mutiara, Pidie. Bekas sekretaris pribadi dan ajudan Daud Beureueh ini umurnya sudah 103 tahun. Mansur sudah tak dapat berdiri. Sehari-hari ia hanya makan nasi dengan pisang. Tapi tubuhnya masih kuat. Genggaman tangannya ketika berjabat tangan juga tetap keras. Ia bahkan masih bisa membaca tanpa kaca mata.

Tahun lalu ia dan istrinya baru saja menunaikan ibadah haji. Luar biasa. "Saya jadi ajudan beliau sejak 1947 sampai beliau wafat pada 1987," katanya. Perkenalan Mansur dengan Daud Beureueh terjadi tahun 1920. Ketika itu Daud Beureueh membangun sebuah pesantren di Usi, yang merupakan desa asal Mansur.

Usia Daud Beureueh 5 tahun lebih tua dari Mansur. "Saya dan Daud Beureueh seperti tali dan kambing," Mansur menamsilkan kekerabatan hubungannya dengan Abu. Mansur juga menjadi orang yang paling dipercaya Daud Beureueh, termasuk ketika keduanya membangun Masjid Baitul A'la Lil Mujahidin-kerap disebut dengan nama Masjid Abu Beureueh. "Masjid itu selesai pada 1973. Abu Daud yang cari dana, saya yang cari barang," katanya.

Dia juga mengenang Abu sebagai sosok yang bersahaja dan sederhana. "Semua dia mau makan, bahkan ikan teri sekalipun," kata Mansur. Dalam hal makanan, Nur El Ibrahimy menambahkan, "Kesukaan dia adalah makan nasi dengan lauk brutu ayam." Abu Daud tak dapat membaca-tulis kecuali dalam bahasa Arab. Dia memang tidak pernah mengecap pendidikan formal. Maka Mansurlah yang selalu merancang dan membalas surat serta mengurus semua hal administratif. Menurut Mansur, di luar jam kerja, Daud Beureueh hanya melakukan dua hal: memperhatikan kebutuhan rakyatnya dan beribadah.

Nazaruddin Sjamsuddin punya pengalaman pribadi soal ibadah. Katanya, "Saya pernah ditanya seseorang bagaimana rasanya diimami Teungku." Nazaruddin tertegun lalu menjawab, "Saya bisa khusyuk." Orang itu berkata lagi. "Teungku selalu bisa membuat khusyuk makmumnya."

Sereformis-reformisnya Daud Beureueh, untuk ukuran sekarang, dia tetap ulama "lama". Abu tidak suka tari Seudati-tari Aceh yang terkenal hingga ke mancanegara. Alasannya, tari Seudati biasa digelar sampai malam, ditonton laki-laki dan perempuan. "Abu berpikir, bila mereka terus pulang berduaan, apa tidak mengundang kemaksiatan?" kata Nazarudin.

Konon, Abu juga tak senang sepak bola. Syahdan, memang ulama tradisional Aceh dulu menganggap permainan sepak bola mengingatkan orang akan nasib tragis Husein, cucu Nabi yang tewas di Padang Karbala dibantai Muawiyah. Lehernya dipenggal dan kepalanya ditendang-tendang di tanah. Abu juga tak senang pada para hulubalang elite yang hidup mewah-misalnya punya ruko biliar dan klub sepak bola-sebuah gaya hidup yang menurut Daud Beureueh tidak nyambung dengan masyarakat bawah. Semua hal ini mencerminkan betapa sebagai pemimpin Abu amat jauh dari materi. Harga diri dan kehormatannya jauh lebih tinggi dari godaan materi. Ia pemimpin yang bersih.

Beberapa pemberontak yang turun dari hutan mendapat tanah dari pemerintah. Tapi Abu menolak. "Sampai meninggal ia tak punya rumah," kata Nur El Ibrahimy. Dari perjalanan hidup Daud Beureueh banyak yang dapat kita pelajari untuk memahami pergolakan Aceh kini. Misalnya, saat pemakaman Daud Beureueh, yang dihadiri oleh menantunya Sanusi Junid, Menteri Pertanian Malaysia. "Hubungan keluarga itu menimbulkan pertanyaan bagi saya," ujar Liddle.


Read more: http://www.atjehcyber.net/2011/08/batu-cadas-dari-beureunun.html#ixzz2ONqeAJQT

Bulan Bintang Sah Menjadi Bendera Aceh

img:bisnisaceh


Bendera bulan bintang yang dulunya dipakai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) disahkan menjadi bendera Provinsi Aceh. Pengesahan terhadap Qanun (Peraturan Daerah) Aceh tentang Bendera dan Lambang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jumat malam, 22 Maret 2013.

Selain bendera, qanun tersebut juga mengatur penggunaan lambang bergambar buraq singa sebagai lambang Provinsi Aceh. Lambang itu juga menjadi lambang GAM dulunya.

Parlemen juga mencabut penggunaan Pancacita, lambang Aceh sebelumnya. 

"Pada saat lambang baru berlaku, maka lambang Pancacita tidak dipakai lagi," kata Zaini Abdullah, Gubernur Aceh, seusai pengesahan qanun bendera dan lambang Aceh.

Menurut dia, penggunaan bendera dan penggantian lambang Provinsi Aceh merupakan amanah dari nota kesepakatan Helsinki dan telah diimplementasikan ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 

Bendera Aceh nantinya akan dikibarkan di samping bendera Merah Putih di kantor-kantor pemerintahan dan dalam upacara-upacara resmi. Lambang akan dipakai pada kop-kop surat pemerintahan.

Dalam rapat paripurna pengesahan qanun bendera dan lambang di gedung parlemen Aceh, hampir semua fraksi setuju dengan bendera dan lambang yang dipakai oleh GAM dulunya. 

Wakil Ketua DPRA Sulaiman Abda mengatakan, qanun tersebut akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan dimasukkan dalam lembaran daerah. 

"Selanjutnya sudah bisa digunakan," ujarnya.


editor: Saiful Bahri

Rabu, 16 Januari 2013

Menjadi negeri entrepreneur


Ilustrasi

FOTO : ISTIMEWAIlustrasi
BISNISACEH - Saya agak terperangah mende­ngar pandangan Brad Sugars tentang masa depan kewirausahaan alias entrepreneurship di Indonesia. Bangsa Indonesia, menurut dia, akan menjadi bangsa pengusaha. Oh iya, bagi yang belum mengenalnya, Brad Sugars adalah pendiri Action-Coach yang kini diklaim sebagai penyelenggara business coach nomor satu dunia.
Berkat ketekunan dan kegigihannya mengembangkan Action-Coach itu, pria dandy kelahiran Brisbane, Australia 41 tahun lalu itu kini menjadi salah seorang motivator bisnis yang masuk kelas miliarder, memiliki cabang di 49 negara, dengan jumlah kantor sedikitnya 1.000 buah, dan menggelar 15.000 pelatihan bisnis setiap minggu di seluruh dunia. Ketika bulan lalu menyempatkan mampir ke kantor Bisnis Indonesia, Brad menyatakan sangat optimistis bahwa Indonesia tidak lama lagi akan menjadi negara penghasil entrepreneurs yang disegani di dunia.
“Masa iya sih.. Kok banyak orang bilang bahwa Indonesia masih me­­merlukan belasan atau bahkan puluhan tahun untuk mengejar ke­ter­tinggalannya dalam memenuhi kuota sebagai negara dengan jumlah wirausahawan selayaknya negara yang sudah mentas keentrepreneurshipannya,” saya membatin, karena tidak ingin menyangkal optimismenya tersebut.
“Saya melihat gairah orang-orang untuk berbisnis di Indonesia ini sungguh luar biasa... Jangan anggap enteng mereka yang cuma jual­an di pinggir jalan, karena mereka sebenarnya sudah melakukan langkah berani untuk menjadi pengusaha... They’re the real entrepreneurs... Kalau mereka memperoleh kesempatan, saya yakin banyak di antara mereka akan menjadi pengusaha sesungguhnya,” ujar Brad mantap.
“Apa yang mendasari pemikiran Anda bahwa iklim kewirausahaan akan hidup di negeri kami ini. Kalau hanya dari indikator yang Anda sebutkan tadi, rasanya sih terlalu buru-buru untuk mengambil kesimpulan tersebut,” saya mencoba menyanggah.
“Pemerintah Anda saya lihat sa­ngat serius mengembangkan prog­­ram kewirausahaan.. Itu terbukti dari keberadaan kementerian yang khusus menangani urusan entrepreneurship.. Di banyak negara malah tidak memilikinya lho.. Selain itu, saya lihat juga banyak lembaga pendidikan kewirausahaan. Itu bagus,” ucap Brad dengan mimik serius.
Tertinggal jauh
Ekspresi kekaguman Brad ini memang tidak dibuat-buat, dan dia menyatakannya secara apa adanya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan fenomena yang terjadi se­­lama ini, karena banyak yang me­­nilai Indonesia sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand yang masing-masing 4% dan 4,1% warganya berkecimpung sebagai pengusaha.
Apalagi dibandingkan dengan Singapura, China, dan Jepang yang kabarnya memiliki tidak kurang dari 8% penduduknya menjadi entrepreneurs. Sedangkan di Indo­nesia, konon, baru mencapai 1,56% itu dianggap sebagai belum apa-apa.
Dari pengalaman mengunjungi berbagai kota dan/atau wilayah di Indonesia, selama lebih dari 20 tahun berkarir sebagai wartawan, saya merasakan pembenaran terhadap apa yang diyakini Brad Sugars tadi. Lha buktinya, tidak di kota maupun di desa, kini semakin ba­nyak anggota masyarakat yang membuka usaha, baik yang ber­skala individu, warung, hingga toko kelontong maupun rumah makan yang beraneka macam jenis dan menunya itu. Tidak jarang kehadiran para ‘peng­­usaha’ ini menimbulkan dampak berupa kekumuhan kota, karena mereka berjualan asal-asalan, termasuk yang model amigos alias agak minggir got sedikit. Tapi keberanian mereka ini merupakan pengejawantahan dari sikap wira usaha.
Karena dari usaha itulah, mereka dapat mengandalkannya sebagai modal untuk menjalani kehidupan. Mengenai besar-kecilnya skala usaha, saya kira tidaklah terlalu penting, karena hal itu relatif. Siapa bilang bahwa hanya menjadi peng­usaha kelas teri itu tidak bisa mencukupi kehidupan sehari-hari atau bahkan tidak bahagia hidupnya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa jangan mengukur baju orang dengan badan sendiri. Kita tidak bisa mengukur tingkat ke­­cukupan, kesejahteraan, atau bahkan kebahagiaan orang lain dengan standar kita masing-masing. Usaha kecil di negeri ini telah terbukti tahan banting ketika krisis moneter merebak belasan tahun silam. Tingkat ketahanan atawa resiliensi mereka sudah teruji.
Semangat untuk berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, inilah yang kini semakin menggelora di kalangan warga kebanyakan. Kita juga pantas bersyukur bahwa pilihan untuk menjadi entrepreneur ini kini mulai menjangkiti sebagian (besar) anak muda di negeri ini.
Sebagai juri di beberapa kompetisi start up companies, saya memang merasakan perbedaan nuansa di kalangan mahasiswa masa kini dibandingkan mahasiswa generasi 1980-an atau bahkan yang sebelumnya. Banyak di antara mereka kini berani menyatakan untuk menjadi pengusaha saja alih-alih mencari pekerjaan jika lulus nanti.
Tidak hanya itu, mereka juga semakin kreatif dalam berkarya. Hal itu tentu dipacu oleh lingkung­an yang memang memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh bahan pembelajaran, termasuk lika-liku maupun 1001 cara menjadi entrepreneur, mengingat kesemua pengetahuan tersebut kini tinggal memetiknya di media cyber, wa bil khusus, dari media sosial (Facebook, Twitter, dan sebagainya).
Jadi, kebangkitan entrepreneur di Indonesia ini, berdasarkan keya­kinan Brad Sugars tadi, hanya masalah waktu saja. Kita akan menyaksikan semakin banyak entrepreneur baru mewarnai negeri ini, seiring dengan kebangkitan ekonomi Indonesia. Tentu saja pemerintah maupun berbagai lembaga yang berkepen­ting­an tidak boleh hanya berpangku tangan. Songsonglah mereka...
 editor : Saiful

Hanya 75 ribu dari 55,2 juta pelaku UKM yang manfaatkan internet



ilustrasiFOTO : Istilustrasi
JAKARTA - Kepala Pemasaran Komunikasi Finixorgle Indonesia, Johan Tandoko mengungkapkan baru sekitar 75 ribu dari 55,2 juta saha kecil menengah (UKM) di Tanah Air yang sudah memanfaatkan internet untuk memasarkan produknya.

"Jumlah UKM yang terdaftar di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sebanyak 55,2 juta namun yang sudah 'go online' baru 75.000," kata Johan di sela-sela peluncuran situs www.pixtem.com di Jakarta, Rabu (16/1).

Padahal, lanjut dia, pasar Indonesia masih sangat besar terutama untuk perdagangan di dunia maya. Dia menyebut jumlah pengguna internet di Tanah Air mencapai 61,1 juta pada 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi 80 juta pada tahun ini.

"Sekarang dengan telepon seluler seharga Rp500.000 saja sudah bisa online. Hal itu yang menyebabkan jumlah pengguna internet di Tanah Air terus meningkat," kata dia.

Rata-rata masyarakat di Tanah Air menggunakan waktu tiga jam sehari untuk berselancar di dunia, dengan aktivitas yang dilakukan seperti mengakses jejaring sosial (90 persen), mencari informasi (75 persen), hiburan (58 persen), surat elektronik (47,3 persen), permainan (44 persen), dan belanja (48,5 persen).

"Potensi pasar untuk belanja 'online' cukup besar. Diperkirakan akan terus meningkat," jelas dia.

Johan menyebutkan pada 2012, transaksi 'online' mencapai Rp2,5 triliun, diperkirakan pada 2013 meningkat menjadi 4,5 triliun. Meskipun demikian, dia menyayangkan masih sedikit yang peduli untuk membuat situs sendiri. Mayoritas menggunakan jejaring sosial, 'instant messenger', dan sejumlah forum jual beli.

Padahal dengan situs sendiri, para pemilik usaha dapat mengenalkan produknya dan usaha yang dikelolanya. Salah satu penyebab, masih sedikit yang membuat situs adalah karena tidak menguasai bahasa pemograman dan desain.

"Pixtem hadir memberikan solusi dari masalah tersebut. Dengan Pixtem membuat situs pribadi maupun jual beli bisa dilakukan dengan mudah tanpa harus mengerti bahasa pemograman dan desain," jelas dia. Sumber | antara/republika

Bustami : "Modal awal saya hanya Rp8 juta ditambah jual motor"



Bustami alias Umar saat di Bengkel Hidayah BanFOTO : SUSILA/bisnisaceh.comBustami alias Umar saat di Bengkel Hidayah Ban
Pengalaman pahitnya bekerja dengan orang dan makan gaji membuat dirinya memiliki kesadaran untuk bangkit dan memiliki usaha sendiri.

Dan kini dengan modal hanya Rp8 juta, aset pria yang masih berstatus lajang ini sudah mencapai Rp 120 juta.

Bustami, pemilik Hidayah Ban kepada Bisnis Aceh mengatakan bahwa cita-cita memiliki usaha sendiri sudah dia tanamkan sejak bekerja dengan orang lain.

Tidak sulit untuk mencari alamat usaha Bustami yang bernama Hidayah Ban tersebut. Jika Anda melewati jalan T Iskandar, Lambhuk maka dengan mudah anda akan melihat sebuah plang nama dengan warna dasar kuning dengan logo yang menarik dan tulisan Hidayah Ban.

Bustami, atau lebih dikenal dengan nama kecilnya Umar menceritakan awal mulanya dia membangun usahanya adalah dengan memulai bekerja sebagai penambal ban.

"Awalnya saya bekerja pada orang lain, sebagai penambal ban," katanya kepada Bisnis Aceh.

Ia mengatakan bahwa pekerjaan sebagai penambal ban Ia lokoni dari tahun 2006 hingga awal tahun 2010.

"Hampir empat tahun bang saya bekerja sebagai penambal ban, dan hidup di pinggi jalan," ujarnya.

Dari pengalaman hidup dipinggir jalan selama empat tahun inilah muncul kesadaran saya, bahwa hal ini tidak boleh berlangsung lama.

"Selama menekuni profesi sebagai pekerja penambal ban, saya bercita-cita memiliku usaha sendiri," ungkapnya.

Lanjutnya, Tekad memiliki usaha sendiri, saya memutuskan keluar dari pekerjaan saya sebagai penambal ban dengan orang.

"Saya memutuskan keluar sebagai pekerja penambal ban, dan nekad membangun usaha sendiri," lanjutnya.

Berbekal modal seadanya,tuturnya dan dengan peralatan yang masih menyewa punya orang saya membuka usaha sendiri membuka usaha tambal ban milik sendiri dipinggir jalan.

"Untuk menambah penghasilan saya juga berjualan BBM, dan pekerjaan ini saya jalani selama hampir 3 tahun," tuturnya.

Dari pekerjaan sendiri sebagai penambal ban, saya berhasil mengumpulkan uang Rp8 juta. Dan dari uang Rp8 juta inilah, saya memulai usaha Hidayah Ban.

Ia menuturkan bahwa dengan modal Rp 8 juta tersebut, Usaha tambal ban Ia jalankan dengan menyewa sebuah ruko kecil dipinggir jalan, di kawasan Lambhuk.

"Awal membangun Hidayah Ban ini, dengan uang Rp8 juta, setengahnya saya pergunakan untuk sewa tempat, dan sisa setengahnya lagi saya gunakan untuk membeli perlengkapan serta sewa peralatan," ujarnya.

Perlahan tapi pasti, saya memulai sebuah petualangan baru. Dengan Usaha baru ini saya memberikan jasa meliputi tambal ban, jual beli ban baru dan bekas, jual beli Velg, serta reparasi Velg," Ulasnya.

"Tentu diawal perjalanan memulai usaha ini tidak mudah, pendapatan dibulan-bulan pertama masih hanya bisa sekedar membeli nasi bungkus saja," ungkapnya.

Namun, Saya tidak putus asa, saya percaya Allah akan memberikan kemudahan terhadap hambanya yang mau berusaha dan tidak cepat menyerah.

"Saya terus bekerja dan berdoa, sembari terus membangun jejaring sesama usaha sejenis," urainya.

Setelah tiga bulan usaha saya berjalan, timpalnya, saya memutuskan menjual sepeda motor untuk tambahan modal kerja.

"Dengan tambahan modal dari jual sepeda motor ini, saya tidak perlu lagi sewa peralatan kerja," sebutnya. 

Seiring dengan adanya tambahan modal dan bertambahnya jaringan usaha, Bustami menambah persediaan ban dan velg, itupun dengan jumlah yang masih terbatas.

"Kami layani permintaan pelanggan, walaupun harus susah payah mencarikan persediaanya," ujar lelaki asal Aceh Utara tersebut.

"Kami pun juga membuka layanan 24 jam, jadi kalau malam ada yang mau tambal ban ataupun servis kami siap layani," jelasnya.

Perlahan tapi pasti, hingga akhirnya pada awal 2012 usaha Bustami mendapat kucuran dana dari BRI sebesar Rp 20 juta.

"Awalnya kami selalu ditolak jika mau mengajukan pinjaman ke bank karena tidak punya jaminan," terangnya.

Dengan tambahan modal tersebut, persediaan barang di Hidayah Ban semakin banyak.

"Dari Rp 8 juta diawal, kini aset Hidayah Ban sudah mencapai Rp 120 juta," terang Bustami.

Sambil menjalankan usaha, Bustami juga telah berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Serambi Mekkah.

"Setelah susah payah, selesai juga kuliah," jelasnya.

Dari usaha yang dijalankan, Bustami kini sudah bisa menggaji dua orang karyawan dengan omset per bulan mencapai Rp 25 juta.

"Kami masih mau berkembang lebih besar," harapannya.

Sabtu, 12 Januari 2013

Upacara Perkawinan Adat Aceh



kawin
Tahapan Melamar (Ba Ranub)
Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Tahapan Pertunangan (Jakba Tanda)
Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda)
acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.
Persiapan Menjelang Perkawinan
Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.
Selain itu akan dialksanakan tradisi potong gigi (disebut gohgigu) yang bertujuan untuk meratakan gigi dengancara dikikir. Agar gigi sang calon pengantin terlihat kuat akan digunakan tempurung batok kelapa yang dibakar lalu cairan hitam yang keluar dari batok tersebut ditempelkan pada bagian gigi. Setelah itu calon pengantin melanjutkan dengan perawatan luluran dan mandi uap.
Selain tradisi merawat tubuh, calon pengantin wanita akan melakukan upacara kruet andam yaitu mengerit anak rambut atau bulu-bulu halus yang tumbuh agar tampak lebih bersih lalu dilanjutkan dengan pemakaian daun pacar (disebut bohgaca) yang akan menghiasi kedua tangan calon pengantin. Daun pacar ini akan dipakaikan beberapa kali sampai menghasilkan warna merah yang terlihat alami.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan mengadakan pengajian dan khataman AlQuran oleh calon pengantin wanita yang selanjutnya disebut calon dara baro (CBD).Sesudahnya, dengan pakaian khusus, CBD mempersiapkan dirinya untuk melakukan acara siraman (disebut seumano pucok) dan didudukan pad asebuah tikaduk meukasap.
Dalam acara ini akan terlihat beberapa orang ibu akan mengelilingi CBD sambil menari-nari dan membawa syair yang bertujuan untuk memberikan nasihat kepada CBD. Pada saat upacara siraman berlangsung, CBD akan langsung disambut lalu dipangku oleh nye’wanya atau saudara perempuan dari pihak orang tuanya. Kemudian satu persatu anggota keluarga yang dituakan akan memberikan air siraman yang telah diberikan beberapa jenis bunga-bungaan tertentu dan ditempatkan pada meundam atau wadah yang telah dilapisi dengan kain warna berbeda-beda yang disesuaikan dengan silsilah keluarga.
Upacara Akad Nikah dan Antar Linto
Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut calon linto baro(CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CDB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.
Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan seleunbu linto/dara baro yakin acara suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.
Upacara Peusijeuk
Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan(sesepuh) sekurangnya lima orang.
Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan ureungchik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.

Pesona Wisata Pantai Lhoknga



lhoknga
Pantai Lhok Nga merupakan  salah satu objek wisata yang paling banyak dikunjungi masyarakat Aceh, terutama  pada hari Minggu. Pantai ini terletak di pinggir jalan raya Banda Aceh-Calang  (Aceh Jaya). Dari pantai terlihat sebuah pabrik semen Andalas yang sempat  mengalami kerusakan parah akibat terkena gelombang Tsunami. Di dekat pabrik semen tersebut, terdapat pegunungan kapur, yang kapurnya digunakan sebagai bahan baku utama produksi semen.
Pantai Lhok Nga terkenal  dengan pasir putihnya. Beragam karang putih dan keong dapat ditemukan di pasir pantai.  Di pantai ini para pengunjung dapat melakukan berbagai pilihan rekreasi, seperti berenang, berjemur, memancing,snorkeling dan berselancar. Ombak pantainya sangat cocok untuk berselancar, karena dapat  mencapai ketinggian hingga tiga meter. Khusus bagi pengunjung yang ingin berenang, perlu mengetahui adanya zona terlarang di mana pusaran ombaknya  terlalu berbahaya. Apabila tidak ada tanda tertulis tentang zona terlarang, pengunjung dapat bertanya kepada anggota penyelamat pantai ditower pengawas atau kepada orang-orang yang berjualan di sekitar pantai. Bagi perempuan yang ingin berenang, diharuskan mengenakan pakaian yang menutupi aurat (tidak terbuka).
Di sore hari suasana pantai terasa lebih hening dan nyaman. Pengunjung dapat menyaksikan keindahan sunset yang  penuh pesona.
Pantai Lhok Nga terletak di  pantai barat Aceh di ujung Pulau Sumatera. Ia berada di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Lokasinya berdekatan dengan pantai Lampuuk dan dapat ditempuh melalui jalur Banda Aceh – Calang.
Jarak lokasi pantai dengan  kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi kurang lebih 22 km. Dari Kota Banda Aceh dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi dalam waktu kurang lebih 25 menit. Apabila naik angkutan umum, yaitu labi-labi(angkot) jurusan Banda  Aceh-Lhoknga (labi-labi no. 4) , dapat ditempuh kurang lebih 40 menit.
Saat ini belum ada akomodasi  di sekitar pantai. Berbeda kondisinya dengan sebelum tsunami yang banyak  tersedia cottage (tempat penginapan) bagi pengunjung.
Di lokasi pantai ada tempat penyewaan papan selancar. Untuk urusan makanan, pengunjung tidak perlu bingung. Di sepanjang pantai berjejer kedai makanan maupun kafe-kafe yang menjual  berbagai makanan dan minuman.
Sumber | wisatamelayu.com | Photo | Van Alvin

Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang


Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang

800px-Seulawah_001
Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 dan RI-2 merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, Pesawat Seulawah yang menjadi cikal bakal Maskapai Garuda Indonesia Airways disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar aceh sehingga Presiden Soekarno menyebut “Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat aceh seluruh Wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali”. Pesawat Seulawah dibeli dengan harga US$120.000 dengan kurs pada saat itu atau kira-kira 25 Kg emas dan untuk mengenang jasa masyarakat aceh tersebut maka di buat replika pesawat seulawah yang berada di Lapangan Blang Padang Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.

Makam Sultan Iskandar Muda



makam sultan iskandar muda.2
Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah mengalami masa kejayaan, kala Sultan memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636 ia mampu menempatkan kerajaan Islam Aceh di peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke 16.
Saat itu Banda Aceh yang merupakan pusat Kerajaan Aceh, menjadi kawasan bandar perniagaan yang ramai karena berhubungan dagang dengan dunia internasional, terutama kawasan Nusantara di mana Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal niaga asing untuk mengangkut hasil bumi Asia ke Eropa. Beliau bisa bertindak adil, bahkan terhadap anak kandungnya. Dikisahkan, Sultan memiliki dua orang putera/puteri. Salah satunya bernama Meurah Pupok yang gemar pacuan kuda.Tetapi buruk laku Meurah, dia tertangkap basah sedang berselingkuh dengan isteri orang. Yang menangkap sang suami, di rumahnya sendiri pula.
Sang suami mencabut rencong, ditusukkannya ke tubuh sang isteri yang serong. Sang suami kemudian melaporkan langsung kepada Sultan, dan setelah itu di depan rajanya sang suami kemudian berharakiri (bunuh diri) Sultan, yang oleh rakyatnya dihormati sebagai raja bijaksana dan adil, jadi berang. Meurah Pupok disusulnya di gelanggang pacuan kuda dan dipancungnya (dibunuh) sendiri di depan umum. Maka timbullah ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala. Adat dipelihara Sultan Iskandar Muda, sedang pelaksanaan hukum atau agama di bawah pertimbangan Syiah Kuala. Murah Pupok dikuburkan di kompleks pekuburan tentara Belanda yang terkenal dengan nama “KerKhoff Peutjoet”.

Taman Wisata Krueng Aceh



ttk
Sungai yang membelah Kota Banda Aceh ini merupakan salah satu sungai yang cukup bersih untuk dijadikan sebagai objek wisata dengan konsep panorama  aliran sungai dengan suasana tenang dan nyaman untuk melepas kepenatan. Titik Lokasi  Waterfront City di Kota Banda Aceh meliputi kawasan Gampong Keudah, Gampong Kuta Alam dan Kawasan Gampong Lamgugob, dengan sarana yang tersedia yaitu tempat rekreasi keluarga di titik Keudah dan Kuta Alam serta wisata air di jembatan lamnyong dan juga Sebagai pelengkap  bagi pengunjung yang tidak hanya melepas kepenatan dapat memanfaatkan lokasi jogging track dekat jembatan Peunayong sebagai sarana olah raga ataupun tempat pembibitan benih tanaman di Kampung Bar.

Masjid Raya Baiturahman masjid kebanggaan aceh



aceh11
Masjid Raya Baiturahman yang terletak di pusat kota Banda Aceh yakni di Pasar Aceh merupakan mesjid kebanggan masyarakat Aceh. Sejarah mencatat pada jaman dulu ditempat ini berdiri sebuah Mesjid Kerajaan Aceh. Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873 Mesjid ini dibakar, namun untuk meredam kemarahan rakyat Aceh pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah Mesjid sebagai penggantinya yang berdiri megah saat ini. Mesjid ini berkubah tunggal dan dibangun pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959 – 1968).
Kota Banda Aceh adalah salah satu kota sekaligus ibu kota Aceh, Indonesia. Dahulu kota ini bernama Kutaraja, kemudian sejak 28 Desember 1962 namanya diganti menjadi Banda Aceh. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Selain itu juga Banda Aceh menyediakan banyak tempat wisata yang menarik yang dapat anda dikunjungi, diantaranya.

Taman Nasional Gunung Leuser



TNGL
Taman Nasional Gunung Leuser atau TNGL merupakan panorama alam dan paru-paru dunia yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai cagar alam nasional sejak tahun 1980 dan ditetapkan sebagai warisan dunia (Cagar Biosfir) oleh UNESCO pada tahun 2004. Pemerintah Indonesia dan Malaysia  juga bekerja sama menetapkan TNGL dan Taman Negara National Park di Malaysia sebagai Sister  Park. TNGL berada di lahan seluas 792.675 hektar, diketinggian 3404 meter di atas permukaan laut dengan temperatur  udara 21° – 28° C.
Hutan Gunung Leuser sangat lebat, berkhas hutan pantai dan hutan hujan tropika. Di dalamnya terdapat beberapa sungai, danau, sumber air panas, lembah, dan air terjun. Ekosistem alamnya sangat indah dan beragam yang meliputi dataran rendah (pantai) hingga pengunungan. Terdapat beragam satwa langka yang dilindungi, seperti kucing hutan, harimau Sumatera, rangkong, orang utan, siamang, ular, kupu-kupu, burung, gajah Sumatera, badak Sumatera, kambing hutan, dan rusa sambar. Selain itu, terdapat tumbuhan pencekik (ara) dan tumbuhan langka lainnya, seperti bunga raksasa Rhizanthes zippelniia yang berdiameter 1,5 meter, bunga raflesia, dan daun  payung raksasa.
Ada enam lokasi utama wisata di Taman Nasional Gunung Leuser, yaitu Bohorok atau Bukit Lawang yang terkenal sebagai kawasan konservasi orang utan; Kluet yang terkenal dengan wisata goa dan wisata bersampan di danau dan sungai; Gunung Leuser yang sering digunakan untuk lokasi wisata petualangan mendaki dan memanjat gunung; Sungai Alas yang sering digunakan sebagai lokasi wisata olah raga arum jeram; Sekunder yang sering  dijadikan tempat perkemahan, melakukan pengamatan satwa dan wisata goa; dan  Gurah, sebagai lokasi untuk menikmati panorama alam yang sangat indah dengan  beragam tumbuhan unik dan langka, sekaligus tempat pengamatan berbagai satwa  langka yang dilindungi.
Taman Nasional Gunung Leuser atau TNGL berada di perbatasan Nanggroe Aceh Darussalam dengan Sumatera Utara. Di Nanggroe Aceh Darussalam, TNGL berada di  Kabupaten Aceh Singkil, Aceh  Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Luwes, dan di Sumatera Utara berada di  Kabupaten Langkat.
Untuk mencapai lokasi wisata, pengunjung dapat melalui rute Medan, Sumatera Utara menuju Kutacane, Aceh Tenggara (yang berjarak lebih kurang 240 km) dengan waktu tempuh kurang lebih delapan jam dengan berkendaraan mobil. Lalu dari Kutacane untuk menuju lokasi wisata Gurah atau Ketambe membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan berkendaraan mobil dengan jarak perjalanan sejauh lebih kurang 35 km. Apabila pengunjung ingin menuju lokasi wisata Bohorok atau Bukit Lawang, lebih mudah ditempuh melalui Medan yang berjarak lebih kurang 60 km dengan  berkendaraan mobil sekitar 1 jam.
Demikian juga apabila pengunjung ingin menuju  lokasi wisata Sei Betung lebih mudah ditempuh dari Medan  dengan berkendaraan mobil sekitar 2 jam dengan jarak tempuh lebih kurang 150  km. Jika pengunjung ingin menuju kawasan TNGL di Tapaktuan, Ibu Kota Aceh  Selatan dapat juga ditempuh dari Medan sekitar 10 jam perjalanan dengan berkendaraan mobil dengan jarak lebih kurang  260 km.
Terdapat akomodasi  penginapan di kawasan wisata Bohorok atau Bukit Lawang, Sumatera Utara.