Rabu, 16 Januari 2013

Menjadi negeri entrepreneur


Ilustrasi

FOTO : ISTIMEWAIlustrasi
BISNISACEH - Saya agak terperangah mende­ngar pandangan Brad Sugars tentang masa depan kewirausahaan alias entrepreneurship di Indonesia. Bangsa Indonesia, menurut dia, akan menjadi bangsa pengusaha. Oh iya, bagi yang belum mengenalnya, Brad Sugars adalah pendiri Action-Coach yang kini diklaim sebagai penyelenggara business coach nomor satu dunia.
Berkat ketekunan dan kegigihannya mengembangkan Action-Coach itu, pria dandy kelahiran Brisbane, Australia 41 tahun lalu itu kini menjadi salah seorang motivator bisnis yang masuk kelas miliarder, memiliki cabang di 49 negara, dengan jumlah kantor sedikitnya 1.000 buah, dan menggelar 15.000 pelatihan bisnis setiap minggu di seluruh dunia. Ketika bulan lalu menyempatkan mampir ke kantor Bisnis Indonesia, Brad menyatakan sangat optimistis bahwa Indonesia tidak lama lagi akan menjadi negara penghasil entrepreneurs yang disegani di dunia.
“Masa iya sih.. Kok banyak orang bilang bahwa Indonesia masih me­­merlukan belasan atau bahkan puluhan tahun untuk mengejar ke­ter­tinggalannya dalam memenuhi kuota sebagai negara dengan jumlah wirausahawan selayaknya negara yang sudah mentas keentrepreneurshipannya,” saya membatin, karena tidak ingin menyangkal optimismenya tersebut.
“Saya melihat gairah orang-orang untuk berbisnis di Indonesia ini sungguh luar biasa... Jangan anggap enteng mereka yang cuma jual­an di pinggir jalan, karena mereka sebenarnya sudah melakukan langkah berani untuk menjadi pengusaha... They’re the real entrepreneurs... Kalau mereka memperoleh kesempatan, saya yakin banyak di antara mereka akan menjadi pengusaha sesungguhnya,” ujar Brad mantap.
“Apa yang mendasari pemikiran Anda bahwa iklim kewirausahaan akan hidup di negeri kami ini. Kalau hanya dari indikator yang Anda sebutkan tadi, rasanya sih terlalu buru-buru untuk mengambil kesimpulan tersebut,” saya mencoba menyanggah.
“Pemerintah Anda saya lihat sa­ngat serius mengembangkan prog­­ram kewirausahaan.. Itu terbukti dari keberadaan kementerian yang khusus menangani urusan entrepreneurship.. Di banyak negara malah tidak memilikinya lho.. Selain itu, saya lihat juga banyak lembaga pendidikan kewirausahaan. Itu bagus,” ucap Brad dengan mimik serius.
Tertinggal jauh
Ekspresi kekaguman Brad ini memang tidak dibuat-buat, dan dia menyatakannya secara apa adanya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan fenomena yang terjadi se­­lama ini, karena banyak yang me­­nilai Indonesia sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand yang masing-masing 4% dan 4,1% warganya berkecimpung sebagai pengusaha.
Apalagi dibandingkan dengan Singapura, China, dan Jepang yang kabarnya memiliki tidak kurang dari 8% penduduknya menjadi entrepreneurs. Sedangkan di Indo­nesia, konon, baru mencapai 1,56% itu dianggap sebagai belum apa-apa.
Dari pengalaman mengunjungi berbagai kota dan/atau wilayah di Indonesia, selama lebih dari 20 tahun berkarir sebagai wartawan, saya merasakan pembenaran terhadap apa yang diyakini Brad Sugars tadi. Lha buktinya, tidak di kota maupun di desa, kini semakin ba­nyak anggota masyarakat yang membuka usaha, baik yang ber­skala individu, warung, hingga toko kelontong maupun rumah makan yang beraneka macam jenis dan menunya itu. Tidak jarang kehadiran para ‘peng­­usaha’ ini menimbulkan dampak berupa kekumuhan kota, karena mereka berjualan asal-asalan, termasuk yang model amigos alias agak minggir got sedikit. Tapi keberanian mereka ini merupakan pengejawantahan dari sikap wira usaha.
Karena dari usaha itulah, mereka dapat mengandalkannya sebagai modal untuk menjalani kehidupan. Mengenai besar-kecilnya skala usaha, saya kira tidaklah terlalu penting, karena hal itu relatif. Siapa bilang bahwa hanya menjadi peng­usaha kelas teri itu tidak bisa mencukupi kehidupan sehari-hari atau bahkan tidak bahagia hidupnya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa jangan mengukur baju orang dengan badan sendiri. Kita tidak bisa mengukur tingkat ke­­cukupan, kesejahteraan, atau bahkan kebahagiaan orang lain dengan standar kita masing-masing. Usaha kecil di negeri ini telah terbukti tahan banting ketika krisis moneter merebak belasan tahun silam. Tingkat ketahanan atawa resiliensi mereka sudah teruji.
Semangat untuk berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, inilah yang kini semakin menggelora di kalangan warga kebanyakan. Kita juga pantas bersyukur bahwa pilihan untuk menjadi entrepreneur ini kini mulai menjangkiti sebagian (besar) anak muda di negeri ini.
Sebagai juri di beberapa kompetisi start up companies, saya memang merasakan perbedaan nuansa di kalangan mahasiswa masa kini dibandingkan mahasiswa generasi 1980-an atau bahkan yang sebelumnya. Banyak di antara mereka kini berani menyatakan untuk menjadi pengusaha saja alih-alih mencari pekerjaan jika lulus nanti.
Tidak hanya itu, mereka juga semakin kreatif dalam berkarya. Hal itu tentu dipacu oleh lingkung­an yang memang memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh bahan pembelajaran, termasuk lika-liku maupun 1001 cara menjadi entrepreneur, mengingat kesemua pengetahuan tersebut kini tinggal memetiknya di media cyber, wa bil khusus, dari media sosial (Facebook, Twitter, dan sebagainya).
Jadi, kebangkitan entrepreneur di Indonesia ini, berdasarkan keya­kinan Brad Sugars tadi, hanya masalah waktu saja. Kita akan menyaksikan semakin banyak entrepreneur baru mewarnai negeri ini, seiring dengan kebangkitan ekonomi Indonesia. Tentu saja pemerintah maupun berbagai lembaga yang berkepen­ting­an tidak boleh hanya berpangku tangan. Songsonglah mereka...
 editor : Saiful

Hanya 75 ribu dari 55,2 juta pelaku UKM yang manfaatkan internet



ilustrasiFOTO : Istilustrasi
JAKARTA - Kepala Pemasaran Komunikasi Finixorgle Indonesia, Johan Tandoko mengungkapkan baru sekitar 75 ribu dari 55,2 juta saha kecil menengah (UKM) di Tanah Air yang sudah memanfaatkan internet untuk memasarkan produknya.

"Jumlah UKM yang terdaftar di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sebanyak 55,2 juta namun yang sudah 'go online' baru 75.000," kata Johan di sela-sela peluncuran situs www.pixtem.com di Jakarta, Rabu (16/1).

Padahal, lanjut dia, pasar Indonesia masih sangat besar terutama untuk perdagangan di dunia maya. Dia menyebut jumlah pengguna internet di Tanah Air mencapai 61,1 juta pada 2012 dan diperkirakan meningkat menjadi 80 juta pada tahun ini.

"Sekarang dengan telepon seluler seharga Rp500.000 saja sudah bisa online. Hal itu yang menyebabkan jumlah pengguna internet di Tanah Air terus meningkat," kata dia.

Rata-rata masyarakat di Tanah Air menggunakan waktu tiga jam sehari untuk berselancar di dunia, dengan aktivitas yang dilakukan seperti mengakses jejaring sosial (90 persen), mencari informasi (75 persen), hiburan (58 persen), surat elektronik (47,3 persen), permainan (44 persen), dan belanja (48,5 persen).

"Potensi pasar untuk belanja 'online' cukup besar. Diperkirakan akan terus meningkat," jelas dia.

Johan menyebutkan pada 2012, transaksi 'online' mencapai Rp2,5 triliun, diperkirakan pada 2013 meningkat menjadi 4,5 triliun. Meskipun demikian, dia menyayangkan masih sedikit yang peduli untuk membuat situs sendiri. Mayoritas menggunakan jejaring sosial, 'instant messenger', dan sejumlah forum jual beli.

Padahal dengan situs sendiri, para pemilik usaha dapat mengenalkan produknya dan usaha yang dikelolanya. Salah satu penyebab, masih sedikit yang membuat situs adalah karena tidak menguasai bahasa pemograman dan desain.

"Pixtem hadir memberikan solusi dari masalah tersebut. Dengan Pixtem membuat situs pribadi maupun jual beli bisa dilakukan dengan mudah tanpa harus mengerti bahasa pemograman dan desain," jelas dia. Sumber | antara/republika

Bustami : "Modal awal saya hanya Rp8 juta ditambah jual motor"



Bustami alias Umar saat di Bengkel Hidayah BanFOTO : SUSILA/bisnisaceh.comBustami alias Umar saat di Bengkel Hidayah Ban
Pengalaman pahitnya bekerja dengan orang dan makan gaji membuat dirinya memiliki kesadaran untuk bangkit dan memiliki usaha sendiri.

Dan kini dengan modal hanya Rp8 juta, aset pria yang masih berstatus lajang ini sudah mencapai Rp 120 juta.

Bustami, pemilik Hidayah Ban kepada Bisnis Aceh mengatakan bahwa cita-cita memiliki usaha sendiri sudah dia tanamkan sejak bekerja dengan orang lain.

Tidak sulit untuk mencari alamat usaha Bustami yang bernama Hidayah Ban tersebut. Jika Anda melewati jalan T Iskandar, Lambhuk maka dengan mudah anda akan melihat sebuah plang nama dengan warna dasar kuning dengan logo yang menarik dan tulisan Hidayah Ban.

Bustami, atau lebih dikenal dengan nama kecilnya Umar menceritakan awal mulanya dia membangun usahanya adalah dengan memulai bekerja sebagai penambal ban.

"Awalnya saya bekerja pada orang lain, sebagai penambal ban," katanya kepada Bisnis Aceh.

Ia mengatakan bahwa pekerjaan sebagai penambal ban Ia lokoni dari tahun 2006 hingga awal tahun 2010.

"Hampir empat tahun bang saya bekerja sebagai penambal ban, dan hidup di pinggi jalan," ujarnya.

Dari pengalaman hidup dipinggir jalan selama empat tahun inilah muncul kesadaran saya, bahwa hal ini tidak boleh berlangsung lama.

"Selama menekuni profesi sebagai pekerja penambal ban, saya bercita-cita memiliku usaha sendiri," ungkapnya.

Lanjutnya, Tekad memiliki usaha sendiri, saya memutuskan keluar dari pekerjaan saya sebagai penambal ban dengan orang.

"Saya memutuskan keluar sebagai pekerja penambal ban, dan nekad membangun usaha sendiri," lanjutnya.

Berbekal modal seadanya,tuturnya dan dengan peralatan yang masih menyewa punya orang saya membuka usaha sendiri membuka usaha tambal ban milik sendiri dipinggir jalan.

"Untuk menambah penghasilan saya juga berjualan BBM, dan pekerjaan ini saya jalani selama hampir 3 tahun," tuturnya.

Dari pekerjaan sendiri sebagai penambal ban, saya berhasil mengumpulkan uang Rp8 juta. Dan dari uang Rp8 juta inilah, saya memulai usaha Hidayah Ban.

Ia menuturkan bahwa dengan modal Rp 8 juta tersebut, Usaha tambal ban Ia jalankan dengan menyewa sebuah ruko kecil dipinggir jalan, di kawasan Lambhuk.

"Awal membangun Hidayah Ban ini, dengan uang Rp8 juta, setengahnya saya pergunakan untuk sewa tempat, dan sisa setengahnya lagi saya gunakan untuk membeli perlengkapan serta sewa peralatan," ujarnya.

Perlahan tapi pasti, saya memulai sebuah petualangan baru. Dengan Usaha baru ini saya memberikan jasa meliputi tambal ban, jual beli ban baru dan bekas, jual beli Velg, serta reparasi Velg," Ulasnya.

"Tentu diawal perjalanan memulai usaha ini tidak mudah, pendapatan dibulan-bulan pertama masih hanya bisa sekedar membeli nasi bungkus saja," ungkapnya.

Namun, Saya tidak putus asa, saya percaya Allah akan memberikan kemudahan terhadap hambanya yang mau berusaha dan tidak cepat menyerah.

"Saya terus bekerja dan berdoa, sembari terus membangun jejaring sesama usaha sejenis," urainya.

Setelah tiga bulan usaha saya berjalan, timpalnya, saya memutuskan menjual sepeda motor untuk tambahan modal kerja.

"Dengan tambahan modal dari jual sepeda motor ini, saya tidak perlu lagi sewa peralatan kerja," sebutnya. 

Seiring dengan adanya tambahan modal dan bertambahnya jaringan usaha, Bustami menambah persediaan ban dan velg, itupun dengan jumlah yang masih terbatas.

"Kami layani permintaan pelanggan, walaupun harus susah payah mencarikan persediaanya," ujar lelaki asal Aceh Utara tersebut.

"Kami pun juga membuka layanan 24 jam, jadi kalau malam ada yang mau tambal ban ataupun servis kami siap layani," jelasnya.

Perlahan tapi pasti, hingga akhirnya pada awal 2012 usaha Bustami mendapat kucuran dana dari BRI sebesar Rp 20 juta.

"Awalnya kami selalu ditolak jika mau mengajukan pinjaman ke bank karena tidak punya jaminan," terangnya.

Dengan tambahan modal tersebut, persediaan barang di Hidayah Ban semakin banyak.

"Dari Rp 8 juta diawal, kini aset Hidayah Ban sudah mencapai Rp 120 juta," terang Bustami.

Sambil menjalankan usaha, Bustami juga telah berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Serambi Mekkah.

"Setelah susah payah, selesai juga kuliah," jelasnya.

Dari usaha yang dijalankan, Bustami kini sudah bisa menggaji dua orang karyawan dengan omset per bulan mencapai Rp 25 juta.

"Kami masih mau berkembang lebih besar," harapannya.

Sabtu, 12 Januari 2013

Upacara Perkawinan Adat Aceh



kawin
Tahapan Melamar (Ba Ranub)
Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.
Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.
Tahapan Pertunangan (Jakba Tanda)
Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda)
acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.
Persiapan Menjelang Perkawinan
Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.
Selain itu akan dialksanakan tradisi potong gigi (disebut gohgigu) yang bertujuan untuk meratakan gigi dengancara dikikir. Agar gigi sang calon pengantin terlihat kuat akan digunakan tempurung batok kelapa yang dibakar lalu cairan hitam yang keluar dari batok tersebut ditempelkan pada bagian gigi. Setelah itu calon pengantin melanjutkan dengan perawatan luluran dan mandi uap.
Selain tradisi merawat tubuh, calon pengantin wanita akan melakukan upacara kruet andam yaitu mengerit anak rambut atau bulu-bulu halus yang tumbuh agar tampak lebih bersih lalu dilanjutkan dengan pemakaian daun pacar (disebut bohgaca) yang akan menghiasi kedua tangan calon pengantin. Daun pacar ini akan dipakaikan beberapa kali sampai menghasilkan warna merah yang terlihat alami.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan mengadakan pengajian dan khataman AlQuran oleh calon pengantin wanita yang selanjutnya disebut calon dara baro (CBD).Sesudahnya, dengan pakaian khusus, CBD mempersiapkan dirinya untuk melakukan acara siraman (disebut seumano pucok) dan didudukan pad asebuah tikaduk meukasap.
Dalam acara ini akan terlihat beberapa orang ibu akan mengelilingi CBD sambil menari-nari dan membawa syair yang bertujuan untuk memberikan nasihat kepada CBD. Pada saat upacara siraman berlangsung, CBD akan langsung disambut lalu dipangku oleh nye’wanya atau saudara perempuan dari pihak orang tuanya. Kemudian satu persatu anggota keluarga yang dituakan akan memberikan air siraman yang telah diberikan beberapa jenis bunga-bungaan tertentu dan ditempatkan pada meundam atau wadah yang telah dilapisi dengan kain warna berbeda-beda yang disesuaikan dengan silsilah keluarga.
Upacara Akad Nikah dan Antar Linto
Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut calon linto baro(CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB.
Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CDB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.
Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan seleunbu linto/dara baro yakin acara suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.
Upacara Peusijeuk
Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan(sesepuh) sekurangnya lima orang.
Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan ureungchik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.

Pesona Wisata Pantai Lhoknga



lhoknga
Pantai Lhok Nga merupakan  salah satu objek wisata yang paling banyak dikunjungi masyarakat Aceh, terutama  pada hari Minggu. Pantai ini terletak di pinggir jalan raya Banda Aceh-Calang  (Aceh Jaya). Dari pantai terlihat sebuah pabrik semen Andalas yang sempat  mengalami kerusakan parah akibat terkena gelombang Tsunami. Di dekat pabrik semen tersebut, terdapat pegunungan kapur, yang kapurnya digunakan sebagai bahan baku utama produksi semen.
Pantai Lhok Nga terkenal  dengan pasir putihnya. Beragam karang putih dan keong dapat ditemukan di pasir pantai.  Di pantai ini para pengunjung dapat melakukan berbagai pilihan rekreasi, seperti berenang, berjemur, memancing,snorkeling dan berselancar. Ombak pantainya sangat cocok untuk berselancar, karena dapat  mencapai ketinggian hingga tiga meter. Khusus bagi pengunjung yang ingin berenang, perlu mengetahui adanya zona terlarang di mana pusaran ombaknya  terlalu berbahaya. Apabila tidak ada tanda tertulis tentang zona terlarang, pengunjung dapat bertanya kepada anggota penyelamat pantai ditower pengawas atau kepada orang-orang yang berjualan di sekitar pantai. Bagi perempuan yang ingin berenang, diharuskan mengenakan pakaian yang menutupi aurat (tidak terbuka).
Di sore hari suasana pantai terasa lebih hening dan nyaman. Pengunjung dapat menyaksikan keindahan sunset yang  penuh pesona.
Pantai Lhok Nga terletak di  pantai barat Aceh di ujung Pulau Sumatera. Ia berada di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Lokasinya berdekatan dengan pantai Lampuuk dan dapat ditempuh melalui jalur Banda Aceh – Calang.
Jarak lokasi pantai dengan  kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi kurang lebih 22 km. Dari Kota Banda Aceh dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi dalam waktu kurang lebih 25 menit. Apabila naik angkutan umum, yaitu labi-labi(angkot) jurusan Banda  Aceh-Lhoknga (labi-labi no. 4) , dapat ditempuh kurang lebih 40 menit.
Saat ini belum ada akomodasi  di sekitar pantai. Berbeda kondisinya dengan sebelum tsunami yang banyak  tersedia cottage (tempat penginapan) bagi pengunjung.
Di lokasi pantai ada tempat penyewaan papan selancar. Untuk urusan makanan, pengunjung tidak perlu bingung. Di sepanjang pantai berjejer kedai makanan maupun kafe-kafe yang menjual  berbagai makanan dan minuman.
Sumber | wisatamelayu.com | Photo | Van Alvin

Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang


Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang

800px-Seulawah_001
Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 dan RI-2 merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, Pesawat Seulawah yang menjadi cikal bakal Maskapai Garuda Indonesia Airways disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar aceh sehingga Presiden Soekarno menyebut “Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat aceh seluruh Wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali”. Pesawat Seulawah dibeli dengan harga US$120.000 dengan kurs pada saat itu atau kira-kira 25 Kg emas dan untuk mengenang jasa masyarakat aceh tersebut maka di buat replika pesawat seulawah yang berada di Lapangan Blang Padang Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.

Makam Sultan Iskandar Muda



makam sultan iskandar muda.2
Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah mengalami masa kejayaan, kala Sultan memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636 ia mampu menempatkan kerajaan Islam Aceh di peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke 16.
Saat itu Banda Aceh yang merupakan pusat Kerajaan Aceh, menjadi kawasan bandar perniagaan yang ramai karena berhubungan dagang dengan dunia internasional, terutama kawasan Nusantara di mana Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal niaga asing untuk mengangkut hasil bumi Asia ke Eropa. Beliau bisa bertindak adil, bahkan terhadap anak kandungnya. Dikisahkan, Sultan memiliki dua orang putera/puteri. Salah satunya bernama Meurah Pupok yang gemar pacuan kuda.Tetapi buruk laku Meurah, dia tertangkap basah sedang berselingkuh dengan isteri orang. Yang menangkap sang suami, di rumahnya sendiri pula.
Sang suami mencabut rencong, ditusukkannya ke tubuh sang isteri yang serong. Sang suami kemudian melaporkan langsung kepada Sultan, dan setelah itu di depan rajanya sang suami kemudian berharakiri (bunuh diri) Sultan, yang oleh rakyatnya dihormati sebagai raja bijaksana dan adil, jadi berang. Meurah Pupok disusulnya di gelanggang pacuan kuda dan dipancungnya (dibunuh) sendiri di depan umum. Maka timbullah ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala. Adat dipelihara Sultan Iskandar Muda, sedang pelaksanaan hukum atau agama di bawah pertimbangan Syiah Kuala. Murah Pupok dikuburkan di kompleks pekuburan tentara Belanda yang terkenal dengan nama “KerKhoff Peutjoet”.

Taman Wisata Krueng Aceh



ttk
Sungai yang membelah Kota Banda Aceh ini merupakan salah satu sungai yang cukup bersih untuk dijadikan sebagai objek wisata dengan konsep panorama  aliran sungai dengan suasana tenang dan nyaman untuk melepas kepenatan. Titik Lokasi  Waterfront City di Kota Banda Aceh meliputi kawasan Gampong Keudah, Gampong Kuta Alam dan Kawasan Gampong Lamgugob, dengan sarana yang tersedia yaitu tempat rekreasi keluarga di titik Keudah dan Kuta Alam serta wisata air di jembatan lamnyong dan juga Sebagai pelengkap  bagi pengunjung yang tidak hanya melepas kepenatan dapat memanfaatkan lokasi jogging track dekat jembatan Peunayong sebagai sarana olah raga ataupun tempat pembibitan benih tanaman di Kampung Bar.

Masjid Raya Baiturahman masjid kebanggaan aceh



aceh11
Masjid Raya Baiturahman yang terletak di pusat kota Banda Aceh yakni di Pasar Aceh merupakan mesjid kebanggan masyarakat Aceh. Sejarah mencatat pada jaman dulu ditempat ini berdiri sebuah Mesjid Kerajaan Aceh. Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873 Mesjid ini dibakar, namun untuk meredam kemarahan rakyat Aceh pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah Mesjid sebagai penggantinya yang berdiri megah saat ini. Mesjid ini berkubah tunggal dan dibangun pada tanggal 27 Desember 1883. Selanjutnya Mesjid ini diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959 – 1968).
Kota Banda Aceh adalah salah satu kota sekaligus ibu kota Aceh, Indonesia. Dahulu kota ini bernama Kutaraja, kemudian sejak 28 Desember 1962 namanya diganti menjadi Banda Aceh. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Selain itu juga Banda Aceh menyediakan banyak tempat wisata yang menarik yang dapat anda dikunjungi, diantaranya.

Taman Nasional Gunung Leuser



TNGL
Taman Nasional Gunung Leuser atau TNGL merupakan panorama alam dan paru-paru dunia yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai cagar alam nasional sejak tahun 1980 dan ditetapkan sebagai warisan dunia (Cagar Biosfir) oleh UNESCO pada tahun 2004. Pemerintah Indonesia dan Malaysia  juga bekerja sama menetapkan TNGL dan Taman Negara National Park di Malaysia sebagai Sister  Park. TNGL berada di lahan seluas 792.675 hektar, diketinggian 3404 meter di atas permukaan laut dengan temperatur  udara 21° – 28° C.
Hutan Gunung Leuser sangat lebat, berkhas hutan pantai dan hutan hujan tropika. Di dalamnya terdapat beberapa sungai, danau, sumber air panas, lembah, dan air terjun. Ekosistem alamnya sangat indah dan beragam yang meliputi dataran rendah (pantai) hingga pengunungan. Terdapat beragam satwa langka yang dilindungi, seperti kucing hutan, harimau Sumatera, rangkong, orang utan, siamang, ular, kupu-kupu, burung, gajah Sumatera, badak Sumatera, kambing hutan, dan rusa sambar. Selain itu, terdapat tumbuhan pencekik (ara) dan tumbuhan langka lainnya, seperti bunga raksasa Rhizanthes zippelniia yang berdiameter 1,5 meter, bunga raflesia, dan daun  payung raksasa.
Ada enam lokasi utama wisata di Taman Nasional Gunung Leuser, yaitu Bohorok atau Bukit Lawang yang terkenal sebagai kawasan konservasi orang utan; Kluet yang terkenal dengan wisata goa dan wisata bersampan di danau dan sungai; Gunung Leuser yang sering digunakan untuk lokasi wisata petualangan mendaki dan memanjat gunung; Sungai Alas yang sering digunakan sebagai lokasi wisata olah raga arum jeram; Sekunder yang sering  dijadikan tempat perkemahan, melakukan pengamatan satwa dan wisata goa; dan  Gurah, sebagai lokasi untuk menikmati panorama alam yang sangat indah dengan  beragam tumbuhan unik dan langka, sekaligus tempat pengamatan berbagai satwa  langka yang dilindungi.
Taman Nasional Gunung Leuser atau TNGL berada di perbatasan Nanggroe Aceh Darussalam dengan Sumatera Utara. Di Nanggroe Aceh Darussalam, TNGL berada di  Kabupaten Aceh Singkil, Aceh  Selatan, Aceh Tenggara, dan Gayo Luwes, dan di Sumatera Utara berada di  Kabupaten Langkat.
Untuk mencapai lokasi wisata, pengunjung dapat melalui rute Medan, Sumatera Utara menuju Kutacane, Aceh Tenggara (yang berjarak lebih kurang 240 km) dengan waktu tempuh kurang lebih delapan jam dengan berkendaraan mobil. Lalu dari Kutacane untuk menuju lokasi wisata Gurah atau Ketambe membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan berkendaraan mobil dengan jarak perjalanan sejauh lebih kurang 35 km. Apabila pengunjung ingin menuju lokasi wisata Bohorok atau Bukit Lawang, lebih mudah ditempuh melalui Medan yang berjarak lebih kurang 60 km dengan  berkendaraan mobil sekitar 1 jam.
Demikian juga apabila pengunjung ingin menuju  lokasi wisata Sei Betung lebih mudah ditempuh dari Medan  dengan berkendaraan mobil sekitar 2 jam dengan jarak tempuh lebih kurang 150  km. Jika pengunjung ingin menuju kawasan TNGL di Tapaktuan, Ibu Kota Aceh  Selatan dapat juga ditempuh dari Medan sekitar 10 jam perjalanan dengan berkendaraan mobil dengan jarak lebih kurang  260 km.
Terdapat akomodasi  penginapan di kawasan wisata Bohorok atau Bukit Lawang, Sumatera Utara.

Blang Kulam, Surga Kecil di Pedalaman Aceh Utara



blangkulam-cont2
Lima pemuda bergegas berdiri ketika melihat kendaraan penulis memasuki areal tempat wisata Blang Kulam, di Desa Panton Rayek Satu, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara. Sejurus kemudian, satu di antara mereka menghampiri dan memberikan aba-aba supaya kendaraan diparkirkan.
Lima pemuda tersebut ternyata bertugas untuk mengamankan tempat wisata itu. Setiap pengunjung dikenakan biaya parkir sebesar Rp5 ribu dan membeli tiket masuk Rp3 ribu. Tempat ini terlihat sepi, hanya terlihat lima pemuda lagi istirahat dan seorang kakek yang sedang menjajakan air mineral dan makanan ringan untuk pengunjung.
Selasa, 22 Februari 2012, lewat Simpang Kandang, Lhokseumawe, penulis ditemani seorang teman memacu kendaraan menuju tempat wisata Blang Kulam. Sebenarnya banyak jalur untuk menuju ke sana. Bisa melalui Cunda, Lhokseumawe, Kandang, Lhokseumawe, atau lewat Muara Satu Kota Lhokseumawe. Bisa juga lewat Krueng Geukuh, Aceh Utara.
Tidak terdengar riuh manusia di tempat wisata dengan air terjunnya yang indah itu. Hanya gemuruh air terjun dan kicauan burung liar memecah sunyi.
Blang Kolam berada lebih kurang 21 km dari Lhokseumawe. Tempat ini memang hanya ramai dikunjungi warga saat libur, seperti Sabtu dan Minggu.
Penulis turun ke bawah melalui ratusan anak tangga. Bagi yang sudah berumur 70 tahun ke atas jangan coba-coba untuk turun ke bawah, karena dikhawatirkan tidak akan sanggub lagi naik ke atas, karena disini tidak disediakan jasa gendong.
Semak belukar tumbuh di sisi kiri-kanan tangga. Dulu menurut cerita dari orang-orang, di semak belukar di sisi tangga ini terdapat puluhan monyet. Tapi sekarang monyet tersebut hijrah entah kemana.
Di bawah, ada pemandangan berupa air terjun setinggi 75 meter. Sekelilingnya diselimuti hutan nanteduh.
Namun, sampah plastik aneka jenis bertebaran di dekat air terjun. Membuat pemandangan serba tak nyaman. Selain air terjun, di bawah juga terdapat kolam dengan berair bening. Cocok untuk berenang.
Setelah puas mengambil foto, penulis bersama teman bergegas naik ke atas. Baru beberapa anak tangga, berpapasan dengan sepasang muda-mudi yang sedang turun ke bawah. Yang ceweknya menggenakan seragam sekolah, sementara yang cowok mengenakan pakaian biasa. Jangan dulu berpikir negatif, siapa tahu mereka juga ingin menikmati air terjun yang indah itu. Tapi menurut pengakuan petugas wisata di sini, mereka sering menangkap pasangan yang berduaan di semak belukar ini.
Bagi mereka yang tertangkap, petugas langsung mengambil tindakan dengan cara memandikannya, dan membuat perjanjian tidak akan mengulangi lagi hal serupa.
Sewaktu mau turun tadi, penulis sempat ngobrol dengan kakek penjual air mineral tadi. Namun penulis belum sempat menanyakan namanya, karena tidak sabar ingin melihat pemandangan di bawah.
Kakek itu bernama Muhammad Yusuf, kelahiran 1942. Ia mengaku asli warga setempat.
“Bangunan ini dibuat sekitar tiga tahun yang lalu, oleh Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid,” ujar Yusuf.
Di lokasi wisata itu terdapat sejumlah bangunan, yaitu musalla, WC, taman binatang, dan tempat istirahat. Selain bangunan dalam taman itu juga terdapat kebun binatang yang luasnya sekitar setengah hektar.
Tapi sayang, semua bangunan itu (kecuali tempat istirahat) tidak berfungsi. Sedangkan kebun binatang ditumbuhi rumput liar, karena sampai sekarang belum ada binatang, kecuali beberapa burung kecil yang liar dan singgah di pohon dalam taman itu.
“Di dalam itu juga ada kandang kuda. Tapi sekarang tidak ada lagi sudah dibakar, sementara beberapa besi pagar taman juga diambil oleh orang tak dikenal,” ujar Yusuf.
Ia begitu semangat bercerita, dengan gaya bicaranya yang sopan. Yusuf mengaku telah berjualan di tempat wisata itu sejak 1988.
“Di sini dulunya juga terdapat rumah khas Aceh untuk istirahat, itupun dibakar pada tahun 1990,” ujarnya. Yusuf tidak mau menyalahkan kelompok apapun dalam hal bakar membakar sejumlah fasilitas yang ada di taman itu.
Ternyata Yusuf ternyata juga mengetahui siapa yang pertama menginjakkan kakinya di Blang Kulam itu. “Yang pertama kali berkunjung ke tempat wisata ini adalah orang Cina, dan Amerika yaitu pada tahun 1978.”
“Setelah Aceh damai banyak orang berkunjung ke sini. Dan pernah juga datang santri untuk melarang warga agar tidak mengunjungi tempat wisata ini, tapi diselesaikan oleh warga di sini dengan damai,” ujarnya.
Di akhir perbincangan kami, Yusuf mengatakan ia berharap pemerintah mau serius mengelola tempat wisata itu supaya menjadi “surga kecil” bagi masyarakat.
Sumber | atjehpost.com | Photo | BUSAIRI RAMLI

Sabang, Surga Pariwisata yang Terpendam



ap_indonesia_sabang_480_february2009
Meskipun hukum Syariah mewajibkan perempuan Muslim memakai jilbab dan melarang minuman alkohol, kedatangan turis internasional ke Pulau Weh, Aceh terus meningkat. Kunci kesuksesan ini adalah karena para pemilik hotel dan pemerintah setempat sama-sama mengakomodir pengunjung asing dan menghormati budaya lokal.
Ketika wisatawan Amerika, Mollie Hightower dan suaminya Brian Hubler datang ke Pulau Weh untuk menyelam dan ber-snorkeling , dia agak khawatir memakai bikini di wilayah di mana perempuan Muslim diwajibkan memakai jilbab dan pakaian panjang, setiap waktu.
Ia mengatakan, “Sebelum saya memakai pakaian renang, saya bertanya dan memastikan bahwa dibolehkan mondar mandir dengan bikini di pantai ini dan mereka mengatakan boleh saja di daerah resor (hotel).”
Hubler mengatakan rasanya aneh melihat perempuan berjilbab dan berpakaian yang menutup seluruh tubuh berada di pantai dengan iklim tropis seperti ini.
“Yang paling menyolok-dan ini mungkin diluar jangkauan hukum Syariah, tapi di negara Islam secara umum, banyaknya pakaian yang harus dipakai perempuan dalam cuaca yang sangat panas dan lembab rasanya mengherankan, ” ujar Hubler.
Parawisata di Sabang yang juga dikenal sebagai Pulau Weh terus tumbuh sejak perjanjian damai ditandatangani pemerintah Indonesia dan pemberontak lokal-yang mengakhiri konflik 30 tahun di Propinsi Aceh.
Pulau ini hanya bisa dijangkau dengan feri. Tetapi lokasinya yang jauh maupun pelaksanaan hukum Syariah di Aceh tidak mengurungkan kedatangan wisatawan.
Salah seorang pemimpin industri parawisata Sabang adalah pemilik hotel Freddie Rousseau. Mantan staf PBB itu pertama kali datang ke Aceh sebagai bagian upaya kemanusiaan menyusul tsunami tahun 2004.
Dalam setahun terakhir, hotelnya, Santai Sumur Tiga, beroperasi dengan tingkat hunian 80 persen dan sejumlah hotel baru lainnya sedang dibangun.
Rousseau mengatakan hotel-hotel tersebut telah membantu perekonomian lokal lewat pembelian makanan dan bahan-bahan dan menciptakan lapangan kerja. Pejabat-pejabat lokal menyuarakan dukungan kuat bagi parawisata sebagai bagian penting pembangunan pulau tersebut. Dukungan ini termasuk membebaskan pengunjung Barat yang berada di hotel dari peraturan Syariah seperti larangan minum alkohol.
Rousseau mengatakan, “Meskipun menurut hukum Syariah minuman beralkohol dilarang, fakta bahwa saya hanya menjual minuman beralkohol kepada pengunjung internasional atau warga non Muslim membuat masyarakat juga menghargai aspek tersebut.”
Keindahan alam Pantai Gapang di Pulau Sabang (foto:dok).
Meskipun warga asing tidak terikat aturan berpakaian tersebut di Aceh secara umum, memakai pakaian renang yang minim dan pakaian terbuka lainnya tidak disukai di Aceh, satu-satunya propinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum Syariah.
Rousseau mengatakan pembebasan aturan bagi parawisata tidak berlaku bagi hukum lainnya. Misalnya, ia memberi jaminan kepada pemerintah bahwa ia tidak akan mengijinkan pasangan yang tidak menikah tidur bersama.
Walikota Sabang, Munawar Liza Zainal mengatakan tidak ada konflik antara parawisata dan Islam sepanjang wisatawan menghargai budaya setempat yang berarti, berpakaian yang pantas saat mengunjungi perkampungan dan tidak mengadakan pesta yang bising.
Ia mengatakan minum dan berpesta yang bisa membuat masyarakat marah, tidaklah perlu. Tetapi kalau hanya untuk minum-minum biasa, menurutnya, orang Muslim tidak boleh melarang warga non Muslim melakukannya.
Zainal juga mengatakan penduduk Muslim lokal cukup berpendidikan dan memiliki moral yang kuat untuk melawan godaan-godaan.
Rousseau mengatakan menjaga agar Sabang menjadi tempat yang tenang, aman dan bersih sebagai alternatif dari Bali yang sangat padat sebagai tempat wisata utama Indonesia—adalah juga kepentingan industri parawisata.
“Kita tidak ingin Sabang menjadi Bali ke-2. Kita ingin agar tempat ini tetap bersih dimana orang bisa datang dan tinggal tanpa gangguan. Tanpa kemacetan tanpa polusi, ” ujar Rousseau.
Rousseau mengatakan parawisata internasional bisa terus tumbuh di Sabang meskipun ada hukum Syariah-asalkan tetap di wilayah pribadi dan budaya lokal tetap utuh.

Kapal di Atas Rumah, Objek Tsunami Sadar Wisata

Kapal_Atas_Rumah154856@
Objek tsunami, selain berfungsi sebagai tempat tujuan wisata juga menjadi tempat untuk merenung akan kebesaran Illahi. Salah satu tempat yang memenuhi dua kriteria di atas adalah objek wisata Kapal di atas Rumah di gampong Lampulo, kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
Matahari masih tinggi ketika saya sampai di sini, panasnya terasa menyengat kulit dan saya terpaksa memicingkan mata. Namun, saat melihat kapal besar yang bertengger di atas rumah saya pun takjub.
Sejenak ingatan saya kembali pada masa beberapa tahun silam, sebuah peristiwa besar bernama tsunami yang terjadi di akhir desember 2004. Yang merenggut ratusan ribu korban jiwa dan memporak-porandakan berbagai infrastruktur di Aceh.
Peristiwa besar itu pula yang membawa kapal seberat 20 ton ini tersangkut di atas rumah penduduk di kawasan gampong Lampulo, tepatnya di atas rumah keluarga Misbah dan Abassiah. Sekarang mereka tinggal di Geuceu Komplek.
Kapal dengan panjang 25 meter ini terbuat dari kayu. Bagian bawah kapal dicat warna hitam, sedangkan badan kapal tampak telah dicat kembali dengan cat minyak berwarna perak. Beberapa bagian di dinding kapal terlihat mulai lapuk dimakan usia. Lebarnya mencapai 5,5 meter. Bagi para pengunjung keberadaan kapal ini  tentu saja akan mengingatkan pada kekuasaan Sang Pencipta.
Untuk memudahkan pengunjung melihat bagian atas kapal, dibangun tangga datar setinggi lima meter. Seluruh bangunan ini berwarna abu-abu. Dari atas sini kita dapat dengan leluasa melihat bagian dalam kapal. Dan juga rumah-rumah penduduk di sekitarnya.
Di bawah kita akan menemukan sebuah plakat dalam tiga bahasa; Aceh, Indonesia dan Inggris. Plakat ini dirancang oleh tim Bustanussalatin dan bantuan recovery Aceh – Nias Trust Fund BRR. Di atas plakat ada tulisan “Kapal ini dihempas oleh gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di rumah ini. Kapal ini menjadi bukti penting betapa dahsyatnya musibah tsunami tersebut. Berkat kapal ini 59 orang terselamatkan pada kejadian itu”.
Untuk mencapai objek wisata ini tidaklah sulit, letaknya berdekatan dengan kantor Puskesmas Lampulo, persis di belakang sekolah dasar (SD) 65 Coca Cola Banda Aceh. Akses ke sana juga mudah, bisa menggunakan sepeda motor atau naik becak dengan tarif tiga ribu rupiah per kilometernya.
Dengan adanya objek wisata tsunami ini, sejak 25 desember  2011 lalu gampong Lampulo ditetapkan sebagai salah satu gampong sadar wisata di Banda Aceh. Dua desa lainnya adalah Punge Blang Cut dan Ulee Lheu.
Wahyu, yang sehari-hari bertugas sebagai pemandu wisata di kawasan ini kepada The Atjeh Post, Senin 27 Februari 2012 mengatakan bahwa keberadaan Gampong Wisata ini telah memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat sekitar.
Melalui program PNPM Pariwisata setidaknya masyarakat mendapatkan suntikan dana dari PNPM untuk mengelola unit usaha berupa kedai untuk menjual berbagai souvenir dan makanan khas Aceh . Di sini pengunjung bisa membeli oleh-oleh berupa cinderamata atau pun makanan khas Aceh, dan kaos oblong. “Selain itu kita juga menyediakan buku testimoni para korban yang selamat dan brosur-brosur untuk para pengunjung,” jelas Wahyu yang fasih berbahasa Inggris.
Berdasarkan catatan yang dipunyai Wahyu, terhitung sejak Desember hingga Februari sudah ada ribuan pengunjung yang datang ke tempat ini. Mayoritas mereka berasal dari Malaysia, selebihnya dari Amerika dan Eropa. “Untuk menyambut kedatangan tamu-tamu khusus kita juga kerap menampilkan pertunjukan seperti tarian,” katanya.
Kabid Sejarah dan Kebudayaan Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh, Wahyudi,  kepada the Atjeh Post beberapa waktu lalu mengatakan, bahwa keberadaan masyarakat sadar wisata ini adalah untuk membuat agar masyarakat lebih proaktif terhadap pengembangan objek wisata di daerahnya. “Sehingga masyarakat secara tidak langsung bisa menjadi tour guide bagi para wisatawan,” ungkapnya.
Sumber | atjehpost.com | Ihan Nurdin

Rencong Aceh di Mata Dunia

rencong web2_thumb[4]
Rencong (Reuncong) adalah senjata tradisional dari Aceh. Rencong selain simbol kebesaran para bangsawan, merupakan lambang keberanian para pejuang dan rakyat Aceh di masa perjuangan. Keberadaan rencong sebagai simbol keberanian dan kepahlawanan masyarakat Aceh terlihat bahwa hampir setiap pejuang Aceh, membekali dirinya dengan rencong sebagai alat pertahanan diri. Namun sekarang, setelah tak lagi lazim
Digunakan sebagai alat pertahanan diri, rencong berubah fungsi menjadi barang cinderamata yang dapat ditemukan hampir di semua toko kerajinan khas Aceh. Bentuk rencong berbentuk kalimat bismillah, gagangnya yang melekuk kemudian menebal pada sikunya merupakan aksara Arab Ba, bujuran gagangnya merupaka aksara Sin, bentuk lancip yang menurun kebawah pada pangkal besi dekat dengan gagangnya merupakan aksara Mim, lajur besi dari pangkal gagang hingga dekat ujungnya merupakan aksara Lam, ujung yang meruncing dengan dataran sebelah atas mendatar dan bagian bawah yang sedikit keatas merupakan aksara Ha.
Rangkain dari aksara Ba, Sin, Lam, dan Ha itulah yang mewujudkan kalimat Bismillah. Jadi pandai besi yang pertama kali membuat rencong, selain pandai maqrifat besi juga memiliki ilmu kaligrafi yang tinggi. Oleh karena itu , rencong tidak digunakan untuk hal-hal kecil yang tidak penting, apalagi untuk berbuat keji, tetapi rencong hanya digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh dan berperang dijalan Allah.
Rencong yang ampuh biasanya dibuat dari besi-besi pilihan, yang di padu dengan logam emas, perak, tembaga, timah dan zat-zat racun yang berbisa agar bila dalam pertempuran lawan yang dihadapi adalah orang kebal terhadap besi, orang tersebut akan mampu ditembusi rencong. Gagang rencong ada yang berbentuk lurus dan ada pula yang melengkung keatas. Rencong yang gagangnya melengkung ke atas disebut rencong Meucungkek, biasanya gagang tersebut terbuat dari gading dan tanduk pilihan.
Bentuk meucungkek dimaksud agar tidak terjadinya penghormatan yang berlebihan sesama manusia, karena kehormatan yang hakiki haya milik Allah semata. Maksudnya, bila rencong meucungkek disisipkan dibagian pinggang atau dibagian pusat, maka orang tersebut tidak bisa menundukkan kepala atau membongkokkan badannya untuk memberi hormat kepada orang lain karena perutnya akan tertekan dengan gagang meucungkek tersebut.
Gagang meucungkek itu juga dimaksudkan agar, pada saat-saat genting dengan mudah dapat ditarik dari sarungnya dan tidak akan mudah lepas dari genggaman. Satu hal yang membedakan rencong dengan senjata tradisional lainnya adalah rencong tidak pernah diasah karena hanya ujungnya yang runcing saja yang digunakan.
Ada empat macam rencong yang menjadi senjata andalan masyarakat Aceh yaitu :
  • Rencong Meucugek
  • Rencong Meupucok
  • Rencong Pudoi
  • Rencong Meukure
Rencong Meucugek
Disebut rencong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu bentuk panahan dan perekat yang dalam istilah Aceh disebut cugek atau meucugek.
Rencong Meupucok
Rencong ini memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran logam yang pada umumnya dari gading atau emas. Bagian pangkal gagang dihiasi emas bermotif tumpal (pucok rebung) serta diberi permata ditampuk gagang, panjang keseluruhan rencong sekitar 30 cm. Sarung rencong juga dibuat dari gading serta diberi ikatan dengan emas. Bilah terbuat dari besi putih.
Rencong Pudoi
Istilah pudoi dalam masyarakat Aceh adalah sesuatu yang dianggap masih kekurangan atau masih ada yang belum sempurna. Gagang rencong ini hanya lurus saja dan pendek sekali. Jadi, yang dimaksud pudo atau yang belum sempuna adalah pada bentuk gagang rencong tersebut.
Rencong Meukure
Perbedaan rencong dengan rencong jenis lain adalah pada mata rencong. Mata rencong diberi hiasan tertentu seperti gambar ular, lipan bunga dan lainnya.
Editor: Saiful

Kamis, 10 Januari 2013

Gunung Selawah Agam disinggahi oleh Tim Pengamat


Rabu, 9 Januari 2013 13:48 WIB
090113_6.jpg
FOTO ATAS: Tim Geologi Distamben Aceh, Selasa (8/1) meneliti lumpur panas aktif Kawah Heutz Gunung Api Seulawah Agam pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Foto bawah dari kiri ke kanan, gelembung panas dengan suhu 94-99 derajat Celcius di Kawah Heutz Gunung Api Seulawah Agam.

* Libatkan Pawang Gajah dan Harimau 
* Kawah Aktif Bertambah 

 
BANDA ACEH - Tim Geologi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, termasuk dua pawang gajah dan harimau, Selasa kemarin mencapai lokasi Kawah Heutz Gunung Api Seulawah Agam pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Tim menemukan enam kawah lumpur panas aktif.

“Ketika peninjauan tiga bulan lalu, jumlah kawah lumpur panas aktifnya sebanyak lima lubang, tetapi kini telah menjadi enam. Artinya ada penambahan satu lubang dalam tiga bulan,” kata Kabid Geologi Distamben Aceh, Ir Akmal Husien saat melaporkan hasil peninjauan Kawah Heuzt Seulawah Agam kepada Kadistamben dan Energi Aceh, Ir Said Ikhsan, Selasa (8/1) malam.

Dalam peninjauan ke Kawah Heuzt kemarin, Akmal didampingi lima anggota tim, yaitu Mukhlis ST MT (Kasie Geologi), Lono Saptio ST dan Yusmardani Adya Putra (Staf Geologi), serta dua staf biasa, Yasin dan Riswan.

Peninjauan ke Kawah Heutz didasari hasil pengamatan mesin pencatat gempa di Pusat Pengamatan Gunung Berapi, Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar serta adanya letupan atau gempa pada rentang waktu 4-8 Januari 2013.

Selain itu, adanya seruan Gubernur Aceh dan Pimpinan DPRA agar Dinas Pertambangan dan Energi bersama tim geologinya melakukan pengamatan dan up date secara cermat perubahan dan pergerakan Kawah Cempaga (kawah asap) dan Kawah Heutz (kawah aktif panas lumpur) Gunung Api Seulawah Agam sejak statusnya ditingkatkan dari normal menjadi waspada.

Selain ke Kawah Heutz, Kadistamben dan Energi Aceh, Said Ikhsan juga menugaskan tim ke Kawah Cempaga yang dijadwalkan hari ini, Rabu (9/1). 

 Libatkan pawang
Menurut Akmal, kunjungan ke Kawah Heutz, Selasa kemarin, mengikutsertakan dua pawang gajah dan harimau untuk memberikan rasa aman bagi tim yang bertugas.

Lokasi Kawah Heutz yang ditinjau tim geologi berada pada ketinggian 700 meter dari 1.800 meter ketinggian puncak Seulawah Agam. Kawasan itu merupakan lintasan gajah dan harimau. 

Untuk mencapai Kawah Heutz butuh waktu 3,5 jam. Tim berangkat pukul 07.00 WIB, tiba di lokasi pukul 10.30 WIB. Namun dalam perjalanan ke lokasi, tim tidak menemukan gajah maupun harimau, meski sempat mendengar suara gajah, harimau, dan sekali-sekali suara beruang hutan. “Kami akui ada perasaan takut, namun demi tugas, kami tak mungkin surut,” ujar Akmal.

Setiba di lokasi Kawah Heutz Gunung Api Seulawah Agam pada pukul 10.30 WIB, tim melakukan pengamatan, penelitian, dan pengukuran suhu keenam lubang lumpur panas aktif. 

Suhu lumpur panas di emam Kawah Heutz diukur satu per satu. Lima lubang lumpur panas lama suhunya berkisar 94-96 derajat Celcius tapi lubang lumpur baru yang terbuka, suhunya mencapai 99 derajat Celcius. 

Selain mengukur suhu, tim juga meneliti gas yang dikeluarkan di enam lubang lumpur panas Heutz. Dari enam lubang lumpur panas baru itu, ditemukan tiga jenis gas, yaitu H2S, CO, dan CO2. Dua anggota tim yang meneliti jenis gas sempat pening sehingga harus menjauh 50 meter dari lokasi.

“Setelah semua data terkumpul, akhirnya sekitar pukul 14.00 WIB, tim meninggalkan Kawah Heutz. “Alhamdulillah perjalanan pulang lancar-lancar saja. Kalau sempat turun hujan, perjalanan pulang bisa memakan waktu 5-6 jam karena harus sangat hati-hati,” kata Akmal Husien.(her)


BNPB Minta Daerah
Bentuk Posko Siaga


BANDA ACEH - Rapat Koordinasi Kebencanaan Aceh berlangsung di Aula Kantor Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Selasa (8/1). Rapat itu dipimpin Pejabat Pananganan Darurat Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Endang Suhendar. Pihak BNPB menginstruksikan seluruh daerah di Aceh membentuk posko bencana.

“Semua daerah di Aceh harus segera membentuk posko, terutama daerah yang tergolong rawan bancana,” ujar Endang Suhendar kepada Serambi seusai memimpin rapat koordinasi dengan para kepala BPBD se-Aceh di Banda Aceh. 

Menurutnya, dalam kondisi curah hujan masih cukup tinggi saat ini, BNPB mengharapkan daerah-daerah selalu siap dalam posisi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat.

Dalam beberapa bencana banjir yang melanda Aceh, tambah Endang, ternyata kearifan lokal (local wisdom) ikut meminimalisir kerugian dan korban akibat bencana. “Hal ini terlihat dari kesiapan masyarakat Pidie yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Mereka begitu melihat curah hujan tinggi dan air sungai mulai keruh, langsung siap siaga,” katanya.

Endang mengaku baru pulang melihat dampak bencana di Pidie. “Saya lihat kearifan lokal mereka patut menjadi contoh bagi daerah lain,” kata Endang Suhendar.

Menjawab Serambi tentang kesiapan petugas BNPB untuk mengatasi bencana di berbagai pelosok Aceh, Endang mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan BPBA maupun BPBD kabupaten/kota dan menyatakan selalu siap untuk membantu. “Daerah aliran sungai tetap jadi prioritas penanggulangan bencana, apalagi saat-saat musim penghujan seperti saat ini,” katanya.

Menyangkut peningkatan aktivitas magmatis di perut Gunung Seulawah Agam, Endang Suhendar yang didampingi Kepala BPBA Jarwansyah, mengatakan pihaknya siap memberikan bantuan kalau diperlukan. “BNPB tidak hanya menanggulangi korban bencana banjir dan longsor. Tapi juga bencana letusan gunung api,” katanya.

Sementara itu Kepala BPBA, Jarwansyah MAP mengatakan pihaknya akan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi risiko bencana akibat banjir dan tanah longsor yang diakibatkan curah hujan yang tinggi di Aceh. 

Pertemuan itu, antara lain, dihadiri Kadis Pengairan Aceh, Ir Eko Purwadi, Mayor Sarwo Supriyo (dari Kodam Iskandar Muda), Kolonel Armensyah (dari Polda Aceh), dan 23 kepala BPBD se-Aceh. (sir) 

tanggapan kadistamben

Mewaspadai Lahar Panas
ke Lereng Utara


HASIL peninjuan Tim Geologi Distamben Aceh ke Kawah Heutz akan kita jadikan bahan untuk pengambilan kebijakan baru dalam pengamatan Gunung Api Seulawah Agam.

Kawah Heuzt itu berada di sebelah utara gunung. Jadi, jika nanti ada semburan lahar panas dari enam lubang Kawah Heuzt aktif, aliran lahar panasnya akan mengalir ke tiga sungai, yaitu Krueng Teungku, Krueng Lengah, dan Krueng Lampanah.

Masyarakat di tiga kawasan sungai itu akan kita berikan penyuluhan mengenai pengetahuan tentang gunung berapi. Dengan demikian, berbagai informasi yang kita sampaikan terkait aktivitas Seulawah Agam tidak membuat mereka menjadi ketakutan, melainkan tetap waspada. Jika sewaktu-waktu terdengar suara letusan magma, mereka sudah tahu apa yang dilakukan untuk menyelamatkan diri.
* Kadistamben dan Energi Aceh, Ir Said Ikhsan. (her)

Editor : Saiful Bahri